PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Didalam pembahasan usul figh merupakan kaidah yang penting untuk mempelajari ilmu fiqih, banyak topik-topik yang menjadi bahasan dalam ilmu usul figh seperti: amar,nahi,’am,khos ,mujmal ,mutlak ,muqoyyad dan lain sebagainya .
Didalam pembahasan tentang muqoyyad dan mutlak merupakan hal yang paling terpenting untuk dijelaskan karna seseorang yang tidak mengerti akan perbedaan dari masing-masing keduanya sehingga seseorang yang belajar ilmu fiqih dan dia tidak mengerti akan perbedaan dari muqoyyad dan mutlak akan terjadi kesalahfahaman dalam mengartikan sebuah ayat atau kitab lainya.
Hukum lafad mutlak dan muqoyyad merupakan pembahasan yang sangat penting seperti halnya seseorang yang memahami hadis yang berbunyi ”seseorang yang membunuh orang mu’min secara tidak disengaja maka dia harus memerdekakan hamba sahaya ” di hadis ini banyak seseorang yang keliru pemahaman karena dia tidak memahami makana dari muqoyyad dan mutlak .sehingga mereka memahami hamba sahaya yang mutlak artinya baik hamba yang kafir atau yang islam ,sebenarnya pada keterangan tersebut dibatasi artinya hamba sahaya yang muslim.
Dan di dalam pembahasan usul figh yang banyak terjadi kesalahfahaman itu terletak pada pembahasan muqoyyad dan mutlak .memang pembahasan tersebut sangat sulit sehingga seseorang dalam memahami ayat tidak cukup mamahami secara dohir saja akan tetapi harus mengetahui tentang muqoyyad dan mutlak atau memahami tafsiran ayat tersebut.
Karena merupakan masalah yang urgen dan berimplikasi serius maka penulis akan menuangkan seberkas makalah yang menerangkan tentang” muqoyyad dan mutlak” sehingga bisa dibuat pedoman oleh seluruh umat islam khususnya orang yang mempelajari ilmu fiqih.agar terjadi kesalah fahaman dalam mengartikan suatu ayat alqur’an atau kitab yang lainya.
2.RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Mutlak dan Muqoyyad
2. Pola hubungan antara Mutlak dan Muqoyyad
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN MUTLAK DAN MUQOYYAD
Dalam memberikan devinisi kepada Mutlak dan Muqoyyad terdapat rumusan yang berbeda ,namun saling berdekatan.
1. Muhammad al-Khudhari Beik memberikan definisi:
Mutlak adalah lafad yang memberi petunjuk terhadap satu atau beberapa satuan yang mencangkup tanpa ikatan yang terpisah secara lafdi.
2. Al-Amidi memberikan definisi:
Mutlak adalah lafad yang memberi petunjuk kepada madlul{ yang diberi petunjuk} yang mencangkup dalam jenisnya.
3. Abu Zahrah memberikan definisi:
Mutlak adalah lafad yang memberikan petunjuk terhadap maudhu’nya {sasaran penggunaan lafad} tanpa memandang kepada satu,banyak atau sifatnya tetapi memberikan petunjuk kepada hakikat sesuatu menurut apa adanya .
Dengan membandingkan definisi-definisi tersebut jelaslah bahwa Mutlak adalah lafad yang mencangkup pada jenisnya tetapi tidak mencakup seluruh afrad didalamya.Disinilah letak perbedaan lafad Mutlak dan lafad ’Am,Meskipun terdapat istilah meliputi afradnya.
Dari segi cakupanya ,juga dapat dikatakan bahwa mutlak itu sama dengan nakirah yang disertai dengan tanda-tanda keumuman suatu lafad, termasuk jama’ nakirah yang belum diberi qoyyid { ikatan }.contohnya dalam firman allah yang berbunyi:
والذين يظهرون من نسائهم ثم يعودون لما قالوا فتحرير رقبة من قبل ان يتماسا
Artinya: seseorang yang mendihar istri-istri mereka kemudian dia hendak menarik kembali apa yang diucapkanya maka wajib baginya memerdekakan seorang budak sebelum suaminya itu bercampur.
Lafad “ Raqobah” yang berarti hamba sahaya itu adalah mutlak disamping afradnya banyak ,juga tidak dibatasi untuk afrad manapun . lafad mutlak yang meliputi sejumlah afrad adalah sama dengan lafad yang ‘Am. Namun diantara keduanya terdapat perbedaan yang prinsip. Lafad ‘Am itu umumnya bersifat syumuli {meliputi}. Sedangkan keumuman dalam lafad Mutlak bersifat badali {mengganti}. Umum yang bersifat syumuli itu adalah kulli {keseluruhan } yang berlaku atas satuan-satuan , sedangkan ‘am badali adalah kulli dari segi tidak terhalang untuk menggambarkan terjadinya kebersamaan ,tetapi tidak menggambarkan untuk setiap satuan-satuan ,hanya menggambarkan satuan yang meliputi.
Muqoyyad { yang diikatkan kepada sesuatu}yaitu lafad yang menunjukkan hakikat sesuatu yang diikatkan kepada lafad itu suatu sifat. Contoh lafad hamba sahaya yang beriman .kata beriman dalam lafad yang tersebut disebut qoyid dalam bentuk sifat.Ada juga dalam bentuk syarat, seperti dalam firmanya allah:
فمن لم يجد فصيام ثلاثة ايام
Artinya: barang siapa yang yang tidak memperoleh {hamba sahaya } hendaknya puasa tiga hari.
Bolehnya berpuasa hari itu dikaitkan dengan syarat dapat memperoleh hamba sahaya yang akan dimerdekakan.
Kemudian ada qoyyid yang berbentuk ghoyah {batasan} seperti firmanya allah dalam surat al-baqoroh : ثم اتم االصيام الي اليل
Artinya: kemudian sempurnakan puasa sampai malam hari.
Perbedaan antara mutlak dan muqoyyad itu adalah mutlak menunjukkan kepada hakikat suatu tanpa ada suatu keterangan yang mengikatnya dan tanpa memperhatikan satuan serta jumlah .Umpamanya firman allah dalam surat al-Mujadalah:
والذين يظهرون من نسائهم ثم يعمودون لما قالوا فتحريررقبة من قبل ان يتماسا
Lafad”roqobah” yang berarti hamba sahaya dalam ayat ini disebutkan secara mutlak karena tidak diiringan oleh sifat apapun.Pengertian ayat ini berarti harus memerdekakan hamba sahaya dalam bentuk apapun .jadi hanya menuntut memerdekakan yang bernama hamba sahaya .Sedangkan muqoyyad ,menunjukkan pada hakikat sesuatu tetapi memerhatikan beberapa hal ,baik jumlah, sifat dan keadaan. Hal,sifat dan keadaan atau kuantitas yang menyertai muqoyyad itulah disebut qoyid.seperti dalam firman allah surat an-nisa’:
من قتل مومنا خطا فتحريررقبة مومنة
Artinya :barangsiapa yang membunuh orang beriman secara tidak disengaja maka hendaklah memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Lafad “roqobah” dalam ayat diatas memakai qoyid yaitu beriman ,Dengan demikian ayat ini berarti keharusan memerdekakan hamba dengan bersifat beriman dan tidak sah memerdekakan hamba sahaya yang tidak beriman.
Bila suatu hukum datang dalam bentuk mutlak ,maka hukumnya diamalkan berdasarkan kemutlakanya. Demikian pula apabila hokum datang dalam bentuk muqoyyad ,maka hukum itu diamalkan menurut qoyyid yang menyertainya seperti dalam contoh diatas .dalam hal ini tidak ada yang berbeda pendapat dikalangan ulama’.
Namun adakalanya hokum itu datang dengan bentuk mutlak dalam suatu nash hukum dan datang pula dalam bentuk muqoyyad dalam nash hokum yang lain. Mengenai cara menghadapi masalah ini menjadi perbincangan dikalangan ulama’ ushul.
2. POLA HUBUNGAN ANTARA MUTLAK DAN MUQOYYAD
1. Sasaran dari dua nash hukum itu adalah satu. Jadi ,hukum yang disebutkan adalah sama dan sebab yang menimbulkan hukum itu juga sama . umpamanya firman allah dalam surat al-Maidah : حرمت عليكم الميتة والدم ولحم الخنزيز
Artinya: Diharamkan atasmu memakan bangkai,darah,dan daging babi.
Kata “ ad-damu”dalam ayat tersebut adalah mutlak ,dalam arti tidak diikat oleh sifat atau syarat apapun.selanjutnya dalam firman allah pada surat al-an’am :
قل لااجد في ما اوحي الي محرما علي طاعم يطعمه الاان يكون ميتة او دما مسفوحا اولحم خنزيز
Artinya:katakanlah aku tidak menemukan dalam wahyu yang diturunkan kepadaku tentang makanan yang diharamkan untuk dimakan kecuali bangkai,darah mengalir dan daging babi.
Dalam ayat ini kata” al-damu” diberi sifat dengan masfuh {mengalir}. Tetapi hukum dalam kedua ayat itu adalah sama,yaitu sama-sama haram.Demikian pula sebab yang mengakibatkan hukum juga sama yaitu darah . Oleh karena itu ditanggungkanlah mutlak atas muqoyyad,dalam arti :hukum dalam lafad mutlak harus dipahami menurut yang berlaku pada lafad muqoyyad. Dalam contoh diatas kata “darah” yang terdapat pada lafad mutlak harus diartikan dengan dengan “darah yang mengalir “sebagaiman terdapat pada lafad yang moqoyyad. .keharusan memahami mutlak menurut arti muqoyyad dalam bentuk ini.
2. Sebab yang menimbulkan hukum berbeda antara lafad mutlak dan lafad yang muqoyyad ,namun hukum yang terdapat dalam dua lafad tersebut adalah sama .sebagaiman dalam firmanya allah surat al-Mujadalah: فتحريررقبة من قبل ان يتماسا
Dalam lafad “Roqobah” yang menjelaskan kaffarh dihar ini adalah dalam bentuk mutlak. Lafad roqobah ini juga muncul dengan bentuk muqoyyad dalam firman allah ,surat al-Nisa’ yang membicarakan sanksi terhadap pembunuhan yang tidak disengaja:
من قتل مومنا خطاء فتحريررقبة مومنة
Dalam lafad roqobah diatas itu diberi qoyi yaitu sifat mu’minah.
Dalam ayat pertama,lafad roqobah itu dalam bentuk mutlak,sedangkan dalam ayat kedua ,lafad roqobah diberi qoyyid dengan mu’minah.sebab yang menimbulkan hukum pada kedua ayat itu berbeda:pada lafad mutlak{ayat pertama} adalah hukum dalam kasus kaffarat dzihar ,sedangkan pada lafad muqayyad {ayat kedua} dalam kasus pembunuhan yang tidak disengaja.hukum pada kedua ayat tersebut sama ,yaitu kewajiban memerdekakan hamba sahaya.
Dalam menanggung mutlak atas muqayyad dalam bentuk ini terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama’:
a. kalangan ulama’syafi’iyah berpendapat bahwa ditanggungkan secara mutlak kepada
muqayyad dalam arti hamba yang memerdekakan dalam kasus kaffarat dzihar yang
berbentuk mutlak itu adalah hamba sahaya yang mu’min yang dalam lafad muqayyad yang
tersebut dalam ayat yang menjelaskan sanksi pembunuhan yang tidak disengaja sanksinya
adalah memerdekakan hamba sahaya yang mu’min.
b. ulama’ hanafiyah mengatakan bahwa dalam bentuk ini ,lafad mutlak tidak dapat dipahami
dalam bentuk muqayyad .karena itu harus mengamalkan lafad mutlak secara kemutlakanya
yaitu untuk sanksi dzihar yang memerdekakan adalah hamba secara mutlak sedangkan
lafad muqayad diamalkan sesuai dengan qayyidnya yaitu untuk kafarah pembunuhan yang
tidak disengaja sanksinya adalah memerdekakan hamba sahay yang mu’min.
3. sebab yang menimbulkan hukum adalah sama sedangkan hukumnya berbeda . umpamanya
Ayat yang menjelaskan tentang wudu’ dalam surat al-Maidah :
ياايهاالذين امنوا اذاقمتم للصلاة فغساوا وجوهكم وايديكم الي المرافق
Artinya : hai orang-orang yang beriman bila kamu akan melakukan shalat,basuhlah mukamu
Dan tanganmu sampai siku.
Dalam ayat ini dijelaskan keharusan mencuci”tangan sampai siku” dalam bentuk muqayyad
Disamping itu ada pula firman allah yang membicarakan tangan dalam ayat yang sama :
فلم تجدوا ماء فتيمموا صعيدا طيبا فمسحوا بوجوهكم وايديكم منه
Artinya : bila kamu tidak menemukan air bertayamumlah dengan menggunakan debu yang
Suci , sapulah mukamu dan kedua tanganmu dengannya.
Dalam ayat ini dijelaskan keharusan menyapukan tanah pada muka dan dua tangan .kata tangan disini tidak diikatkan kepada suatu sifat.tangan dalam ayat ini adalah mutlak.hukum kedua ayat tersebut berbeda yaitu pada yang mutlak adalah kewajiban menyapu sedangkan pada yang muqayyad adalah kewajiban mensuci sebab dalam kedua ayat itu adalah sama yaitu keharusan bersuci untuk mendirikan shalat.
Dalam hal menanggungkan lafad mutlak kepada muqayyad dalam bentuk ini terdapat perbedaan dikalangan para ulama’:
a. Menurut kebanyakan para ulama’{Hanafiah,Malikiah,dan sebagian ulama’Syafi’iyah}lafad
mutlak tidak ditanggungkan kepada muqayyad artinya lafad mutlak difahami menurut mut-
laknya ,sedangkan lafad muqayyad ditanggungkan menurut qayyidnya . Dalam contoh diatas ,dalam wudu’ yang dibasuh adalah tangan sampai siku sedangkan dalam tayammum yang disapu adalah anggota tubuh yang bernama tangan tanpa ada batasan.
b. menurut sebagian besar kalangan ulama’ Syafi’iyah ,lafad mutlak harus ditanggungkan ke-
pada muqayad .artinya lafad mutlak dipahami menurut arti muqayyad .Dalam contoh diatas
pada waktu tayammum yang disapu itu adalah tangan sampai siku.Dalam hal ini ada dua
pendapat berbeda dikalangan sesama ulama’ Syafi’iyah.
4. sebab yang menimbulkan dalam lafad mutlak dan lafad muqayyad adalah berbeda ,demikian pula hukumnya pun berbeda pula.Dalam bentuk ini ,ulama’sepakat mengatakan
Bahwa lafad mutlak tidak ditannggungkan kepada muqayyad masing-masing diperlakukan menurut sifatnya:
a. Firman Allah dalam surat al-Maidah:والسارق والسارقة فاقطعوا ايديها
artinya:pencuri laki-laki dan perempuan potonglah tangan keduanya.
b. Firmanya Allah dalam surat al-Maidah :
ياايهااالذين امنوا اذاقمتم الي الصلاة فغسلوا وجوهكم وايديكم الي المرافق
Dalam ayat yang pertama disebutkan ”tangan” secara mutlak tanpa qoyyid atau sifat apa-
Apa ,sedangkan pada ayat yang kedua ”tangan ”disebutkan memakai qayyid yaitu sampai
Siku hukum dalam ayat tersebut berbeda pada ayat pertama disebutkan secara mutlak keharusan memotong tangan, pada ayat kedua yang muqayyad keharusan mencuci tangan sebab berlaku hukumnya juga berbeda ,pada ayat pertama yang mutlak tentang sanksi hukum terhadap pencuri ,sedangkan pada ayat yang kedua yang muqayyad tentang berwudhu’ untuk melakukan shalat.
Dalam hal ini ulama’ sepakat mengatakan bahwa kedua ayat ini berlaku sendiri-sendiri ,yaitu yang mutlak berlaku mutlak dan yang muqayyad berlaku secara muqayyadnya.
5. Adakalanya salah satu diantara keduanya {lafad mutlak dan muqoyad}dalam bentuk insbat{membenarkan dan yang satu lagi dalam bentuk nafi{membantah}.contohnya seseorang berkata ” memerdekakan hamba sahaya ” lalu berkata lagi ”jangan memerdekakan hamba sahaya yang kafir”atau ia berkata ”memadai memerdekakan hamba sahaya yang muslim”. Dan berkata lagi ”Tidak memadai memerdekakan hamba sahaya ” lafad mutlak dalam contoh tersebut diberi qoyid dengan kebalikan atau lawan dari qoyid pada lafad yang muqoyyad.Dalam contoh pertama kata ”hamba sahaya” diberi qoyid dengan ”muslim” dan pada contoh yang kedua ”hamba sahaya” diberi qoyid dengan kata ” muslim”
6. Bila dalam keduanya {mutlak dan muqoyyad}dalam bentuk nafi atau dalam bentuk melarang atau yang satu dalam bentuk nafi dan yang satu lagi berbentk melarang ,maka lafad mutlak diberi qoyid dengan sifat yang terdapat dalam lafad yang muqoyyad.contohnya bentuk kedua dalam perkataan ” tidak cukup menyembelih hewan” dan ”tidak cukup menyembelih hewan sakit”,” jangan menyembelih hewan”.
Bentuk dan contoh yang disebutkan sebelumnya adalah lafad yang muqoyyad berada dalam satu tempat ,sehingga lafad mutlak hanya mungkin ditangggungkan kepada yang muqoyyad itu saja .
7. bentuk lain adalah lafad muqoyyad berada dalam dua tempat yang berbeda .
Mengenai hal ini ada dua pendapat yang berbeda :
a. menurut ulama’syafi’yyah lafad mutlak harus ditanggungkan kepada salah satu diantara kedua muqoyyad ditempat yang berbeda.seperti firmanya allah surat al-Maidah:
فصيام ثلاثة ايام
Maka harus berpuasa tiga hari
Kata ” tiga hari ” dalam ayat ini adalah mutlak tanpa keterangan .Artinya ,tiga hari tersebut berturut-turut dan boleh pula berpisah.
Firman allah dalam kasus kafarat zdihar pada surat al-Mujadalah:
فصيام شهرين متتابعين
Maka harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut.
Dalam ayat ini berpuasa dinyatakan dalam bentuk muqoyyad yaitu”berturut-turut”.
Firman allah yang membicarakan dam haji dalam surat al-Baqarah:
فصيام ثلاثة ايام في الحج وسبعة اذارجعتم
,
Maka hendaklah puasa tiga hari waktu melakukan haji dan tujuh hari setelah kembali dari ibadah haji .
Dalam ayat pertama kewajiban puasa dinyatakan secara mutlak.lafad muqoyyadnya bertemu dalam dua tempat dan hukumnya berbeda : yang pertama puasa secara berturut-turut { dalam kasus zdihar}dan yang kedua puasa secara terpisah {dalam kasus dam haji}
Meskipun lafad muqoyadnya ada dalam dua tempat yang berbeda ,namun bila dibandingkan ternyata salah satu diantar keduanya lebih tepat dijadikan qoyid bagi lafad mutlak karena adanya titik kesamaan .Dalam hal ini kewajiban berpuasa lebih tepat diberi qoyid yang terdapat dalam kasus kafarat zdihar yaitu”berturut-turut”karena mutlak dan muqoyad sama-sama dalam kasus kafarah.
b. Ulama’ hanafiyah berpendapat bahwa lafad mutlak tidak dapat ditanggungkan kepada lafad muqoyyad dalam keadaan tersebut karena lafad muqoyyadnya berbeda hukumnya.oleh karena itu lafad mutlak berlaku secara kemutlakanya sedangkan lafad muqoyyad berlaku menurut qoyidnya masing-masing berdiri sendiri.
Bila muqoyad berada dalam dua tempat yang berbeda dan tidak ada yang dekat diantara kaduanya untuk memberi qoyyid kepada lafad yang mutlak,maka lafad mutlak tidak dapat ditanggungkan kepada lafad muqoyyad,karena meskipun ada lafad muqoyadnya ,tetapi berada dalam dua bentuk yang berbeda.dengan demikian lafad muqoyyad berlaku dengan qoyidnya dan lafad mutlak berlaku secara kemutlakanya.Seperti firmanya allah dalam surat al-Baqarah tentang qodho’ ramadhan:
فمن كان مريضا او علي سفر فعدة من ايام اخر
Jika diantara kamu ada yang sakit atau dalam keadaan perjalanan{lalu berbuka}maka {wajib baginya berpuasa} sebanyak tiga hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
Ayat menjelaskan kewajiban qada’ puasa {karena sakit atau dalam perjalanan} secara mutlak,baik secara berturut-turut atau terpisah .muqayyadnya berada dalam dua tempat yaitu keharusan berpuasa berturut-turut dalam kasus kafarah zdihar{surat al-Mujadalah}dan kebolehan puasa terputus dalm kasus puasa karena dam haji{surat al-Baqaqrah }.Dalam hal ini ,maka qada’ puasa diluar bulan ramadhan itu boleh dilakukan secara terpisah,karena sifat kemutlakanya tidak terpengaruh oleh kedua lafad muqayyadnya tersebut.
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dalam mendefinisikan mutlak dan muqoyyad ulama’ banyak yang berbeda pendapat mengenai pengertian kedua tersebut. Yang pertama ,mutlak menurut Muhammad al-Hudhari mengatakan mutlak adalah lafad yang memberi petunujuk terhadap satu atau beberapa satuan mencakup tanpa ikatan yang terpisah secara lafdi.mutlak menurut al-Amidi adalah lafad yang memberi petunjuk kepada madlul {yang diberi petunjuk}yang mencakup dalam jenisnya. Sedangkan mutlak menurut Ibnu Subki adalah lafad yang memberi petunjuk kepada hakikat sesuatu tanpa ada ikatan apa-apa.
Dalam membandingkan semua definisi-definisi diatas dalam disimpulkan bahwa mutlak adalah lafad yang mencakup pada jenisnya tetapi tidak mencakup seluruh afrad didalamnya.juga dapat dikatakan mutlak sama dengan nakirah karena dalam segi keumumanya,seperti dalam firmanya allah yang menjelaskan bahwa ” seseorang yang menzdihar suaminya kemudian dia mencabut apa yang telah mereka ucapkan maka hendaknya mereka memerdekakan hamba sahaya sebelum mereka mencampurinya” kata hamba sahaya diatas itu diperuntukkan secara mutlak artinya baik hamba sahay yang beriman dan hamba sahaya yang tidak beriman .
Muqayyad adalah lafad yang menunjukkna hakikat sesuatu yang diikatkan pada lafad itu suatu sifat. Seperti firmanya allah dalam surat an-Nisa’ mengatakan ” seseorang yang membunuh orang mu’min tanpa disengaja maka dia harus memerdekakan hamba sahay yang mu’min” pada kata hamba sahaya diatas masih diqayyidi dengan mu’min, sedangkan ayat yang terdapat dalam surat al-Mujadalah yang menjelaskan masalah zdihar disitu kata ”hamba sahaya ” tidak dibatisi dengan mu’min.
Dalam masalah ini ada beberapa bentuk pola huibungan antara lafad mutlak dan muqayad ,yaitu:
1. sasaran dari dua nash hukum itu adalah satu.
2. sebab yang menimbulkan hukum berbeda antar lafad mutlak dan lafad muqayad, namun hukum yang terdapat dalam hukum itu sama.
3. sebab yang menimbulkan hukum adalah sama sedangkan hukumnya sama.
4. sebab yang menimbulkan hukum lafad mutlak dan lafad muqayyad adalah berbeda ,demikian pula hukumnya berbeda .
5. adakalanya salah satu diantara keduanya dalam membentuk sifat yang membantah dan yang kedua dalam bentuk membenarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Syarifuddin,Amir ,Ushul figh, Jakarta,Media grafika,2009
Rifa’I,Muhammad, Ushul figh, Semarang, Wicaksana, 1984
Said fadil, Waraqat ushul figh, Surabaya , al-Hidayah ,2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar