Perjuangan masa revolusi dari tahun 1945 hingga tahun 1949 berakhir dengan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada akhirnya, perjuangan kemerdekaan menyaksikan kekuasaan yang terbatas jatuh ke tangan sebuah kelompok terbatas dan konservatif pemimpin-pemimpin, tulis R.E. Elson dalam bukunya "The Idea of Indonesia" (2003).
Banyak Pemimpin Tersingkir
Dalam perjuangan itu banyak pemimpin yang mempunyai visi dan kapasitas (daya mampu) secara efektif telah disingkirkan dari gelanggang politik, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh seperti Tan Malaka, Amir Syarifuddin, Sjahrir, Musso dan pada akhirnya Jenderal Sudirman. Dinamika istimewa dari revolusi, yang pada dirinya adalah suatu refleksi dari kelemahan mendalam Negara dan pemiskinan terus berlanjut dari Negara dan "kohesi kebatinan yang rendah" berarti bahwa pemimpin-pemimpin Republik selalu memprioritaskan keperluan mengakomodasi suatu kesimpulan diplomatik dan dirundingkan bagi perjuangan dan dengan begitu suatu kesimpulan yang secara sosial konservatif.
Para pemimpin Republik itu sendiri tidak yakin akan legitimasi (keabsahan) politiknya sendiri. Pada bulan November 1949 Mohammad Hatta mengakui dalam suatu keterangan pemerintah bahwa "ketika kita memproklamasikan kemerdekaan bangsa kita, kita belumlah mempunyai kekuasaan riil atas seantero Indonesia. Kita bahkan tidak punya alat-alat kekuasaan untuk melaksanakannya saat itu". Para pemimpin Republik telah memproklamasikan sebuah Negara baru, akan tetapi tugas menciptakan suatu bangsa yang diklaim oleh Negara masih terbentang di hadapan.
Tidak menguntungkan bagi ide Indonesia, konstelasi khas kekuatan-kekuatan, keadaan, tokoh-tokoh dan ini telah memastikan bahwa pengalaman yang secara esensial tidak terpenuhi dan mencapai sesuatu. Pada akhir tahun 1949 Indonesia dalam suatu makna secara formal telah merdeka. Akan tetapi dalam makna-makna yang lebih mendalam dan lebih penting, Indonesia sangat terkendala Negara berada dalam bentuk federal yang dipaksakan dan tidak dikehendaki, dan berada di tangan sekumpulan pemimpin yang disusun secara sempit, konservatif dan secara legitimasi lemah.
Potensi "Indonesia" secara fundamental adalah lebih dibatasi oleh pengalaman revolusioner itu sendiri yangtelah gagal menjawab sembarang pertanyaan fundamental mengenai sifat, bentuk, dan jalan lintasan bong sj Indonesia. Di banyak temp.it ide Indonesia yang diwakili oleh Republik telah diterima tidak secara komprehensif atau dipatuhi.
Ideal Belum Tercapai
Dalam suatu makna penting, ide Indonesia dalam segala variasi dan jenisnya, tidaklah menemukan rumah kediaman yang ramah tamah di dalam Negara Indonesia sebagaimana dibayangkan. "Ideal-ideal kita belumlah tercapai" kata Soekarno pada akhir perjuangan.
Tidak dapat dielakkan masalah-masalah yang tidak diselesaikan dari periode perjuangan kemerdekaan dan revolusi kembali mengganggu Republik Indonesia Serikat (RIS). Tempat Islam dalam negara baru, tercermin dalam Darul Islam (DI), yang membanggakan lebih dari 10.000 pasukan di Jawa Barat pada pertengahan tahun 1950-an, menduduki wilayah yang cukup penting dan menyebabkan penghancuran besar dan dislokasi sosial. Isu mengadakan keseimbangan bertimbang rasa, fiskal, politik, kultural antara pusat dengan daerah-daerah. Kurangnya keterkaitan kepada suatu aparat politik spesifik. Ketidakmampuan untuk mengendalikan Presiden Soekarno yang bersikap semakin merajalela atau kekuasaan politik yang muncul, dan persatuan tentara.
Masalah-masalah lain, banyak di antaranya sudah lama hidupnya, bersitahan atau muncul ke atas. Di antara masalah yang paling penting adalah justru ketidaksamaan sentimen nasionalis, dengan pembelahannya di antara Jawa, di mana sentimen nasionalis didistribusikan secara horizontal dan mencapai cukup mendalam di kesadaran rakyat, dan Indonesia selebihnya di mana pengutaraan nasionalis berdasarkan seperti sering di Sumatera pada pertukaran pikiran tentang Islam atau sebagaimana halnya banyak di bagian timur Indonesia di mana semua itu dipandang dengan kecurigaan dan perseteruan.
RIS adalah sebuah federasi, terdiri dari 16 negeri dan konstitusinya adalah karya orang-orang Indonesia sendiri. Akan tetapi RIS menghadapi kesulitan-kesulitan mendalam dan historis. Tidak bisa dielakkan seraya negara baru RIS mengadoptir semboyan baru Bhinneka Tunggal Ika pada awal tahun 1950, pengaturannya yang banyak cacat mulai ambruk dengan dorongan kuat dari pihak Republik Indonesia di Yogya. Tujuan Republik ialah "melanjutkan perjuangan untuk mencapai Negara Kesatuan yang memerintah Nusantara dan yang dimaksudkan dalam Proklamasi 17 Agustus 1945".
Pada bulan Agustus 1950 federasi ditinggalkan dan menyusul sebuah persetujuan piagam antara RIS dengan Republik Indonesia bulan Mei 1950, sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia diwujudkan.
Akan tetapi persoalan politik ysng sebenarnya tetap ada yaitu bagaimana membangun suatu konsensus tidak hanya mengenai susunan negara, tetapi lebih penting mengenai bagaimana seharusnya Negara dan apa yang dilakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar