PENCARIAN

Selasa, 27 November 2012

Etika Sosial



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Banyak hal yang dapat diikuti, diteladani dari Rasulullah Shalla-Llaahu 'alayhi wa sallam. Salah satunya adalah Beliau selalu bicara yang baik-baik, dan selalu berkata benar. Beliau selalu menyampaikan hal-hal yang mendekatkan penyimaknya kepada Allah Subhaana wa ta'aalaa.
Tapi syaithan tidak diam diri. Ia berbisik dalam dada anak-anak Adam, "Tak perlulah begitu, sekali-sekali bicaralah yang ngawur, sekali-sekali bicaralah hal-hal yang tidak baik, itu tidak apa-apa." Maka kita harus katakan: Tidak!! (dalam hati) terhadap ajakan halus syaithan itu jika kita memang benar-benar mencintai Allah, maka kita harus ikuti, teladani kekasih-Nya, Nabi-Nya, Rasulullah saw., yaitu berbicara yang baik-baik atau lebih baik diam saja. Atau berdoalah dalam hati:
ö@è% èŒqããr& Éb>tÎ/ Ĩ$¨Y9$# ÇÊÈ Å7Î=tB Ĩ$¨Y9$# ÇËÈ Ïm»s9Î) Ĩ$¨Y9$# ÇÌÈ `ÏB Ìhx© Ĩ#uqóuqø9$# Ĩ$¨Ysƒø:$# ÇÍÈ Ï%©!$# â¨ÈqóuqムÎû Írßß¹ ÄZ$¨Y9$# ÇÎÈ z`ÏB Ïp¨YÉfø9$# Ĩ$¨Y9$#ur ÇÏÈ
"Katakanlah: "Aku berlidung kepada Rabb (Pemelihara, Penguasai) manusia. Raja (Pemilik) manusia. Tuhan (Yang kepada-Nya) manusia (memohon perlindungan). Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan, keburukan) ke dalam dada manusia, melalui (perantara) jin dan manusia." (QS 114:1-6)




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hadits Etika Sosial No 3

“Kami diperintahkan oleh Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam dengan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara, maka beliau menyebutkan : mengunjungi orang sakit, mengantar jenazah, menjawab orang bersin, menjawab salam, menolong yang dizholimi, menjawab undangan dan melaksanakan sumpah”.
Maka telah tetaplah dengan (dalil-dalil) ini bahwasanya wajib bagi setiap muslim untuk menolo-?ng saudara-saudaranya kaum muslimin sesuai kadar kemampuannya. Kemudian saya mengajak kepada orang-orang ‘uqola` dan orang-orang yang munshif diseluruh penjuru bumi untuk berdiri diatas al-haq dan keadilan dan menentang kezholiman dan hendaklah semuanya mengetahui bahwasanya membenarkan orang-orang yang zholim diatas
kezholimannya atau diam darinya apalagi kalau membantunya adalah merupakan sebab murkanya Allah dan (sebab) kehancuran bagi orang yang melakukannya karena dia ikut berserikat dalam kezholimannya. Dan Allah Ta’ala berfirman :
$yJ¯RÎ) ã@ŠÎ6¡¡9$# n?tã tûïÏ%©!$# tbqßJÎ=ôàtƒ }¨$¨Z9$# tbqäóö7tƒur Îû ÇÚöF{$# ÎŽötóÎ/ Èd,ysø9$# 4 šÍ´¯»s9'ré& óOßgs9 ë>#xtã ÒOŠÏ9r& ÇÍËÈ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zhalim terhadap orang-orang dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih”. (Q. S. Asy-Syura : 42)
Dan (Allah) subhanahu mengabarkan tentang orang-orang yang zholim dan sunnah-Nya dalam menghancurkannya :
“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat yang sebelum kamu, ketika mereka berbuat kezaliman, padahal rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak hendak beriman. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat dosa”. (Q. S. Yunus : 13)
Dan termasuk sunatullah Al-kauniyah bahwasanya Allah membuat terlena bagi orang yang zholim sampai jika Dia mengadzabnya tidak akan melepaskannya.
Maka wajib bagi semuanya untuk berhati-hati dari kezholiman karena sesungguhnya akibatnya sangat mengerikan dan kezholiman (akan dibalas) dengan berbagai kezholiman pada hari kiamat. Kemudian juga wajib bagi semuanya untuk menahan orang-orang yang zholim dan menghentikan kezholimannya kalau tidak maka adzab dan kehancuran akan menimpa semuanya. Rasulullah shollallahu 'alaihi wa alihi wa sallam bersabda :
Dan hendaklah setiap orang yang beraqal diantara kita memperhatikan dan memikirkan akibat-akibat yang diterima oleh ummat-ummat yang telah lalu bagaimana Allah membinasakan mereka dengan kezholimannya dan mereka melampaui batas walaupun kekuatannnya sangat besar. Karena sesungguhnya Allah tidak ada sesuatupun di bumi dan di langit yang bisa melemahkan-Nya dan Dia Subhanahu telah mengharamkan kezholiman pada dirinya dan menjadikannya perkara yang haram diantara hamba-hamba-Nya.
Demikianlah dan hanya kepada Allah saya memohon untuk memuliakan agama-Nya dan meninggikan kalimat-Nya dan menolong hamba-hamba-Nya yang bertauhid sebagaimana saya memohon kepada-Nya yang Maha Suci.
agar menolong saudara-saudara kami di Palestina dan mengikat hati-hati mereka (menyatukan) dan menguatkan kaki-kaki mereka dan menolong mereka dari musuh-musuhnya dan agar Allah yang Maha Suci menjadi wali dan penolong bagi mereka dan menghancurkan musuh-musuh-Nya dan menurunkan bencana dan adzab-Nya kepada mereka sesungguhnya Dia yang Maha Suci lagi Maha Berkuasa atas segala sesuatu Maha Mampu dan Maha Mengabulkan do’a. Shollallahu wasallam

B.     Hadits Etika Sosial No 4




Belajar dari sejarah kehidupan Rasulullah yang mulia dan dalam penerapan ajaran Islam telah sangat detail memperhatikan persoalan keummatan; Mulai dari urusan dapur sampai urusan ketatanegaraan, telah dijabarkan dalam kehidupan beliau sebagai Uswatun Hasanah (contoh tauladan) bagi kita semua.
Sebagai contoh tentang serius memperhatikan soal menjaga lisan sehingga Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang memberi jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada antara dua janggutnya (lisan) dan apa yang ada antara dua kakinya (kemaluannya) maka aku menjamin Surga untuknya." (HR. Al-Bukhari).
Seorang muslim wajib menjaga lisannya, tidak boleh berbicara batil, dusta, menggunjing, mengadu domba dan melontarkan ucapan-ucapan kotor, ringkasnya, dari apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Sebab kata-kata yang merupakan produk lisan memiliki dampak yang luar biasa.
Perang, pertikaian antarnegara atau perseorangan sering terjadi karena perkataan dan provokasi kata. Sebaliknya, ilmu pengetahuan lahir, tumbuh dan berkembang melalui kata-kata. Perdamaian bahkan persaudaraan bisa terjalin melalui kata-kata. Ironinya, banyak orang yang tidak menyadari dampak luar biasa dari kata-kata. Padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
"Sungguh seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang membawa keridhaan Allah, dan dia tidak menyadarinya, tetapi Allah mengangkat dengannya beberapa derajat. Dan sungguh seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang membawa kemurkaan Allah, dan dia tidak mempedulikannya, tetapi ia menjerumuskan-nya ke Neraka Jahannam" (HR. Bukhari)
Syaithan selalu mengajak kita dengan sangat-sangat halus. Sehingga banyak dari kita tidak merasa bahwa itu adalah ajakan syaithan yang terkutuk. Itu mengapa perlunya Dzikru-Llaah (Mengingat Allah). Makna dzikru-Llaah bukan melafazkan selalu kalimat-kalimat tahmid, tahlil, tasbih, istighfar dan lain-lain. Tapi dzikru-Llaah adalah selalu ingat dalam hati, pikiran, dan tindakan kita, sadar dalam tiap nafas kita bahwa Dia "Allah" selalu dekat.
Maka jagalah kata-kata kita bila berbicara, berbicaralah yang baik-baik, atau bila belum sanggup, lebih baik diam saja. Sabda Nabi saw., "Siapa yang diam (dari kata-kata dan hal-hal yang tidak baik) pasti selamat (di Hari Akhir nanti)". Diriwayatkan oleh Abu Hurayrah ra. dalam Sunan at-Tirmidzi no.2500 dan Sunan Abu Dawud no.5154.
Inilah Adab (Etika) berbicara bagi siapa saja yang ingin mendapat syafa'at Nabi saw. di yaumil-akhir nanti. Qul inkuntum tuhibbuunallaaha fat tabi'uunii yuhbibkumullaahu wa yaghfir lakum dzunuubakum wallaahu ghafuurur rahiim.
Etika / Adab Berbicara Dalam Islam[1]
1.    Hendaknya pembicaran selalu di dalam kebaikan. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia". (An-Nisa: 114).
2.    Hendaknya pembicaran dengan suara yang dapat dide-ngar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat atau dipaksa-paksakan.
3.    Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu. Hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyatakan: "Termasuk kebaikan islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna". (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
4.    Jangan membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagimu. Hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyatakan: "Termasuk kebaikan islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna". (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
5.    Janganlah kamu membicarakan semua apa yang kamu dengar. Abu Hurairah Radhiallaahu 'anhu di dalam hadisnya menuturkan : Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: "Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yang telah ia dengar".(HR. Muslim)
6.    Menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali-pun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa saja yang menghindari bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipun bercanda". (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
7.    Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa. Aisyah Radhiallaahu 'anha. telah menuturkan: "Sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam apabila membicarakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orang yang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya". (Mutta-faq'alaih).
8.    Menghindari perkataan jorok (keji). Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Seorang mu'min itu pencela atau pengutuk atau keji pembicaraannya". (HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Mufrad, dan dishahihkan oleh Al-Albani).
9.    Menghindari sikap memaksakan diri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di dalam hadits Jabir Radhiallaahu 'anhu disebutkan: "Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orang yang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun". Para shahabat bertanya: Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: "Orang-orang yang sombong". (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).
10.     Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik dan tidak memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamu mengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya atau mendustakannya.
11.     Jangan memonopoli dalam berbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.
12.     Menghindari perkataan kasar, keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraan orang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian, permusuhan dan pertentangan.
13.     Menghindari sikap mengejek, memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokan). (Al-Hujurat: 11).
14.     Menghindari perbuatan menggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain".(Al-Hujurat: 12)



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Syaithan selalu mengajak kita dengan sangat-sangat halus. Sehingga banyak dari kita tidak merasa bahwa itu adalah ajakan syaithan yang terkutuk. Itu mengapa perlunya Dzikru-Llaah (Mengingat Allah). Makna dzikru-Llaah bukan melafazkan selalu kalimat-kalimat tahmid, tahlil, tasbih, istighfar dan lain-lain. Tapi dzikru-Llaah adalah selalu ingat dalam hati, pikiran, dan tindakan kita, sadar dalam tiap nafas kita bahwa DIA "Allah" selalu dekat, selalu menyertai, dan selalu mengawasi kita.
Maka jagalah kata-kata kita bila berbicara, berbicaralah yang baik-baik, atau bila belum sanggup, lebih baik diam saja. Sabda Nabi saw., "Siapa yang diam (dari kata-kata dan hal-hal yang tidak baik) pasti selamat (di Hari Akhir nanti)". Diriwayatkan oleh Abu Hurayrah ra. dalam Sunan at-Tirmidzi no.2500 dan Sunan Abu Dawud no.5154.
Inilah Adab (Etika) berbicara bagi siapa saja yang ingin mendapat syafa'at Nabi saw. di yaumil-akhir nanti. Qul inkuntum tuhibbuunallaaha fat tabi'uunii yuhbibkumullaahu wa yaghfir lakum dzunuubakum wallaahu ghafuurur rahiim.
B.     Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi penulis. Amiiinnnn …


DAFTAR PUSTAKA
Software qur’an in word
Kutub at Tis’ah Online
http://parentingnabawiyah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=93:nak-bacalah-bismillah&catid=36:anak&Itemid=60



[1] http://ajaranislammurni.blogspot.com/2011/03/etika-adab-berbicara-menurut-islam.html