BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada zaman kolonial pemerintah
Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragam bagi orang Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari
sekolah-sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah itu.
Namun lambat laun, dalam berbagai macam sekolah yang terpisah-pisah itu
terbentuklah hubungan-hubungan sehingga terdapat suatu sistem yang menunjukkan
kebulatan. Pendidikan bagi anak-anak Indonesia semula terbatas pada pendidikan
rendah, akan tetapi kemudian berkembang secara vertical sehingga anak-anak
Indonesia, melalui pendidikan menengah dapat mencapai pendidikan tinggi,
sekalipun melalui jalan yang sulit dan sempit.
Lahirnya suatu sistem pendidikan bukanlah hasil suatu perencanaan
menyeluruh melainkan langkah demi langkah melalui eksperimentasi dan didorong
oleh kebutuhan praktis di bawah pengaruh kondisi sosial, ekonomi, dan politik
di Nederland maupun di Hindia Belanda.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah dari makalah ini adalah:
- Bagaimana proses pendidikan selama penjajahan Belanda ?
- Bagaimana istem persekolahan pada zaman pemerintahan Belanda?
- Bagaimana proses pendidikan pada masa Jepang?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari makalah ini adalah:
- Untuk menjelaskan proses pendidikan selama penjajahan Belanda.
- Ingin menjelaskan sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Belanda.
- Untuk menjelaskan pendidikan pada masa Jepang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan selama
penjajahan Belanda
Pendidikan selama penjajahan
Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu pada masa
VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda
(Nederlands Indie). pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan)
dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud
dan kepentingan komersial.[1]
- Zaman VOC (Kompeni)
Pada permulaan abad ke 16
hampir se abad sebelum kedatangan belanda, pedagang portugis menetap di bagian
timur Indonesia tempat rempah-rempah itu di hasilkan. Biasanya mereka
didampingi oleh misionaris yang memasukkan penduduk kedalam agama katolik yang
paling berhasil tiantara mereka adalah Ordo Jesuit di bawah pimpinan
Feranciscus Xaverius. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh
untuk penyebaran agama. Seminari dibuka di ternate, kemudian di solor dan
pendidikan agama yang lebih tinggi dapat diperoleh di Goa, India, pusat
kekuasaan portugis saat itu. Bahasa portugis hamper sama populernya dengan
bahasa melayu, kedudukan yang tak kunjung di capai oleh bahasa Belanda dalam
waktu 350 tahun penjajahan kekuasaan portugis melemah akibat peperangan denngan
raja-raja Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh belanda pada tahun 1605.
- Zaman Pemerintahan Belanda Setelah VOC
Setelah VOC dibubarkan, para
Gubernur/ komisaris jendral harus memulai system pendidikan dari dasarnya,
karena pendidikan zaman VOC berakhir dengan kegagalan total. Pemerintahan baru
yang diresapi oleh ide-ide liberal aliran aufklarung atau Enlightenment menaruh
kepercayaan akan pendidikan sebagai alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan
social. Pada tahun 1808 Deandels seorang Gubernur Belanda mendapat perintah
Raja Lodewijk untuk meringankan nasib rakyat jelata dan orang-orang pribumi
poetra, serta melenyapkan perdagangan budak. Usaha Deandels tersebut tidak
berhasil, bahkan menambah penderitaan rakyat, karena ia mengadakan dan
mewajibkan kerja paksa (rodi).
Didalam lapangan pendidikan
Deandels memerintahkan kepada Bupati-bupati di Pulau Jawa agar mendirikan
sekolah atasa uasaha biaya sendiri untuk mendidik anak-anak mematuhi adat dan
kebiasaan sendiri. Kemidian Deandels mendirikan sekolah Bidan di Jakarta dan
sekolah ronggeng di Cirebon. Kemudian Pada masa (interregnum inggris)
pemerintahan Inggris (1811-1816) tidak membawa perubahan dalam masalah
pendidikan walaupun Sir Stamford Raffles seorang ahli negara yang cemerlang. Ia
lebih memperhatikan perkembanagan ilmu pengetahuan, sedangkan pengajaran rakyat
dibiarkan sama sekali. Ia menulis buku History of Java.
Tahun 1826 lapangan pendidikan
dan pengajaran terganganggu oleh adanyan usaha-usaha penghematan.
Sekolah-sekolah yang ada hanya bagi anak-anak Indonesia yang memeluk
agama Nasrani. Alsannya adalah karena adanya kesulitan financial yang berat
yang dihadapi orang Belanda sebagai akibat perang Diponegoro (1825-1830) yang mahal
dan menelan banyak korban seerta peperangan antara Belanda dan Belgia
(1830-1839).[2]
Pada tahun 1893 timbullah
differensiasi pengajaran bumi putera. Hal ini disebabkan:[3]
a.
Hasil
sekolah-sekolah bumi putra kurang memuaskan pemerintah colonial. Hal ini terutama
sekali desebabkan karena isi rencana pelaksanaannya terlalu padat.
b.
Dikalangan
pemerintah mulai timbul perhatian pada rakyat jelata. Mereka insyaf bahwa yang
harus mendapat pengjaran itu bukan hanya lapisan atas saja.
c.
Adanya kenyataan
bahwa masyarakat Indonesia mempunyai kedua kebutuhan dilapangan pendidikan
yaitu lapisan atas dan lapisa bawah.
B.
Sistem persekolahan
pada zaman pemerintahan Hindia Belanda
Secara umum sistem pendidikan
khususnya system persekolahan didasarkan kepada golongan penduduk menurut
keturunan atau lapisan (kelas) social yang ada dan menurut golongan kebangsaan
yang berlaku waktu itu, yaitu :[4]
- Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs)
Pada hakikatnya pendidikan
dasar untuk tingkatan sekolah dasar mempergunakan system pokok yaitu:
a.
Sekolah rendah
dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
1)
Sekolah rendah
Eropa, yaitu sekolah rendah untuk anak-anak keturunan Eropa.
2)
Sekolah Cina
Belanda, yaitu HCS (Hollands Chinese school), suatu sekolah rendah untuk
anak-anak keturunan tmur asing.
3)
Sekolah Bumi putra
Belanda HIS (Hollands inlandse school), yaitu sekolah rendah untuk golongan penduduk
Indonesia asli.
b.
Sekolah rendah
dengan bahasa pengantar bahasa daerah
1)
Sekolah Bumi Putra
kelas II (Tweede klasee). Sekolah ini disediakan untuk golonagan bumi
putra. Lamaya sekolah tujuh tahun, pertama didirikan tahun 1892.
2)
Sekolah Desa
(Volksschool). Disediakan bagi anak-anak golongan bumi putra. Lamanya sekolah
tiga tahun yang pertama kali didirikan pada tahun 1907.
3)
Sekolah Lanjutan
(Vorvolgschool). Lamanya dua tahun merupakn kelanjutan dari sekolah desa, juga
diperuntukan bagi anak-anak golongan bumi putra. Pertama kali didirikan pada
tahun 1914.
4)
Sekolah Peralihan
(Schakelschool)
Merupakan sekolah peralihan
dari sekolah desa (tiga tahun) kesekolah dasar dengan bahasa pengantar
bahasa Belanda. Lama belajarnya lima tahun dan diperuntukan bagi anak-anak
golongan bumi putra. Disamping sekolah dasar tersebut diatas masih terdapat
sekolah khusus untuk orang Ambon seperti Ambonsche Burgerschool yang
pada tahun 1922 dijadikan HIS. Untuk anak dari golongan bangsawan disediakan
sekolah dasar khusus yang disebut sekolah Raja (Hoofdensschool). Sekolah
ini mula-mula didirikan di Tondano pada tahun 1865 dan 1872, tetapi kemudian
diintegrasi ke ELS atau HIS.[5]
- Pendidikan lanjutan = Pendidikan Menengah
a.
MULO (Meer Uit
gebreid lager school), sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah
dasar yang berbasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga sampai empat
tahun. Yang pertama didirikan pada tahun 1914.
b.
AMS (Algemene
Middelbare School) adalah sekolah menengah umum kelanjutan dari MULO berbahasa
belanda dan diperuntukan golongan bumi putra dan Timur asing. Lama belajarnya
tiga tahun dan yang petama didirikan tahun 1915.
c.
HBS (Hoobere Burger
School) atau sekolah warga Negara tinggi adalah sekolah menengeh kelanjutan
dari ELS yang disediakan untuk golongan Eropa, Didirikan pada tahun 1860.
- Pendidikan Kejuruan (vokonderwijs )
Sebagai pelaksanaan politik etika
pemerintah belanda banyak mencurahkan perhatian pada pendidikan kejuruan. Jenis
sekolah kejuruan yang ada adalah sebagai berikut:
a.
Sekolah pertukangan
(Amachts leergang) yaitu sekolah berbahasa daerah.
b.
Sekolah pertukangan
(Ambachtsschool) adalah sekolah pertukangan berbahasa pengantar Belanda.
c.
Sekolah teknik
(Technish Onderwijs.
d.
Pendidikan Dagang
(Handels Onderwijs).
e.
Pendidikan
pertanian (landbouw Onderwijs).
f.
Pendidikan kejuruan
kewanitaan (Meisjes Vakonderwijs).
g.
Pendidikan Rumah
Tangga (Huishoudschool).
h.
Pendidikan keguruan
(Kweekschool).
- Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)
Karena
terdesak oleh tenaga ahli, maka didirikanlah:
a.
Sekolah Tehnik
Tinggi (Technische Hoge School).
b.
Sekolah Hakim
Tinggi (Rechskundige Hoge school).
c.
Pendidiakn tinggi
kedokteran.
C.
Pendidikan Masa
Jepang
Didorong semangat untuk
mengembangkan pengaruh dan wilayah sebagai bagian dari rencana membentuk Asia
Timur Raya yang meliputi Manchuria, Daratan China, Kepulauan Filiphina,
Indonesia, Malaysia, Thailand, Indo China dan Rusia di bawah kepemimpinan
Jepang, negera ini mulai melakukan ekspansi militer ke berbagai negara
sekitarnya tersebut. Dengan konsep “Hakko Ichiu” (Kemakmuran Bersama Asia Raya)
dan semboyan “Asia untuk Bangsa Asia”, bangsa fasis inipun menargetkan
Indonesia sebagai wilayah potensial yang akan menopang ambisi besarnya. Dengan
konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola
pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini.
Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang
sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan
Pasifik.[6]
Setelah Februari 1942 menyerang
Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa
Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan
beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama
bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
a.
Dijadikannya Bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa
Belanda;
b.
Adanya integrasi
sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas
sosial di era penjajahan Belanda.
Sistem pendidikan pada masa
pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
a.
Pendidikan Dasar
(Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun. Termasuk SR adalah
Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun
bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
b.
Pendidikan
Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama
studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama
studi 3 tahun.
c.
Pendidikan
Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang
pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
d.
Pendidikan Tinggi.
Guna memperoleh dukungan tokoh
pribumi, Jepang mengawalinya dengan menawarkan konsep Putera Tenaga Rakyat di
bawah pimpinan Soekarno, M. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansur pada
Maret 1943. Konsep ini dirumuskan setelah kegagalan the Triple Movement yang
tidak menyertakan wakil tokoh pribumi. Tetapi PTR akhirnya mengalami nasib
serupa setahun kemudian. Pasca ini, Jepang tetap merekrut Ki Hajar Dewantoro
sebagai penasehat bidang pendidikan mereka. Upaya Jepang mengambil tenaga
pribumi ini dilatarbelakangi pengalaman kegagalan sistem pendidikan mereka di
Manchuria dan China yang menerapkan sistem Nipponize (Jepangisasi). Karena
itulah, di Indonesia mereka mencobakan format pendidikan yang mengakomodasi
kurikulum berorientasi lokal. Sekalipun patut dicatat bahwa pada menjelang
akhir masa pendudukannya, ada indikasi kuat Jepang untuk menerapkan sistem
Nipponize kembali, yakni dengan dikerahkannya Sendenbu (propagator Jepang)
untuk menanamkan ideologi yang diharapkan dapat menghancurkan ideologi
Indonesia Raya.
Jepang juga memandang perlu
melatih guru-guru agar memiliki keseragaman pengertian tentang maksud dan
tujuan pemerintahannya.[7]
Materi pokok dalam latihan tersebut antara lain: (1) Indoktrinasi ideologi
Hakko Ichiu; (2) Nippon Seisyin, yaitu latihan kemiliteran dan semangat Jepang;
(3) Bahasa, sejarah dan adat-istiadat Jepang; (4) Ilmu bumi dengan perspektif
geopolitis; serta (5) Olaharaga dan nyanyian Jepang. Sementara untuk pembinaan
kesiswaan, Jepang mewajibkan bagi setiap murid sekolah untuk rutin melakukan
beberapa aktivitas berikut ini: (1) Menyanyikan lagu kebangsaan Jepang,
Kimigayo setiap pagi; (2) Mengibarkan bendera Jepang, Hinomura dan menghormat
Kaisar Jepang, Tenno Heika setiap pagi; (3) setiap pagi mereka juga harus
melakukan Dai Toa, bersumpah setia kepada cita-cita Asia Raya; (4) Setiap pagi
mereka juga diwajibkan melakukan Taiso, senam Jepang; (5) Melakukan
latihan-latihan fisik dan militer; (7) Menjadikan bahasa Indonesia sebagai
pengantar dalam pendidikan. Bahasa Jepang menjadi bahasa yang juga wajib
diajarkan.
Setelah menguasai Indonesia,
Jepang menginstruksikan ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa Belanda,
pelarangan materi tentang Belanda dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Termasuk
yang harus ditutup adalah HCS, sehingga memaksa peranakan China kembali ke
sekolah-sekolah berbahasa Mandarin di bawah koordinasi Hua-Chino Tsung Hui,
yang berimplikasi pada adanya proses resinification (penyadaran dan penegasan
identitas sebagai keturunan bangsa China). Kondisi ini antara lain memaksa para
guru untuk mentranslasikan buku-buku berbahasa asing kedalam Bahasa Indonesia
untuk kepentingan proses pembelajaran. Selanjutnya sekolah-sekolah yang bertipe
akademis diganti dengan sekolah-sekolah yang bertipe vokasi. Jepang juga
melarang pihak swasta mendirikan sekolah lanjutan dan untuk kepentingan
kontrol, maka sekolah swasta harus mengajukan izin ulang untuk dapat beroperasi
kembali. Taman Siswa misalnya terpaksa harus mengubah Taman Dewasa menjadi
Taman Tani, sementara Taman Guru dan Taman Madya tetap tutup. Kebijakan ini
menyebabkan terjadinya kemunduran yang luar biasa bagi dunia pendidikan dilihat
dari aspek kelembagaan dan operasonalisasi pendidikan lainnya.
Sementara itu terhadap pendidikan
Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:
a.
Mengubah Kantoor
Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum orientalis
menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari. Di
daerah-daerah dibentuk Sumuka;
b.
Pondok pesantren
sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang;
c.
Mengizinkan
pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran
bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin;
d.
Mengizinkan
berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim,
Kahar Muzakkir dan Bung Hatta;
e.
Diizinkannya ulama
dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang
belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan; dan
f.
Diizinkannya
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian
dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang
menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU.
Lepas dari tujuan semula Jepang
memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini
membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya
kemerdekaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pendidikan selama penjajahan Belanda
Selama penjajahan Belanda
dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu pada masa VOC
(Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda
(Nederlands Indie). pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan)
dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud
dan kepentingan komersial.
2.
Sistem persekolahan pada zaman pemerintahan Hindia
Belanda
Secara umum sistem pendidikan
khususnya system persekolahan didasarkan kepada golongan penduduk menurut
keturunan atau lapisan (kelas) social yang ada dan menurut golongan kebangsaan
yang berlaku waktu itu. Yaitu : 1) Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs).
2) Pendidikan lanjutan / Pendidikan Menengah. 3) Pendidikan Kejuruan
(vokonderwijs ). 4) Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs).
3.
Pendidikan Masa Jepang
Sejak 1942 Jepang kemudian
menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas
terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara
lain:
a.
Dijadikannya Bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa
Belanda;
b.
Adanya integrasi
sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas
sosial di era penjajahan Belanda.
B. Kritik dan Saran
Setelah kita
mempelajari pembahasan diatas maka kita dapat mengetahui sejarah pendidikan
Islam pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, alangkah baiknya kita bukan
hanya sengetahui sejarah saja akan tetapi kita harus bisa mengaplikasikanya ke
zaman sekarang dan zaman yang akan datang.
Daftar
Pustaka
Afifuddin,
2007. Sejarah Pendidikan, bandung:
Prosfect.
Nizar, Samsul, 2008. Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana.
Yunus, Mahmud, 1992. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
http://khairuddinhsb.blog.plasa.com/2008/07/21/pendidikan-di-zaman-belanda/
http://khairuddinhsb.blog.plasa.com/2008/07/21/pendidikan-di-zaman-jepang/
WWW.DEWASTREAMING.COM
BalasHapusDEWASTREAMING.COM
------------------>>>>>>>
MEMBUAT VIDEO ONLINE DI YOUTUBE
CARA MEMBUAT WEBSITE VIDEO ONLINE
CARA NONTON FILM ONLINE
NONTON FILM ONLINE
Keren bro ijin copas gan.
BalasHapus