BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pembinaan akhlak adalah hal yang sangat dibutuhkan
oleh anak untuk mewujudkan tidak mudah karena membutuhkan kerja keras dan
kesabaran pendidik. Terlebih lagi menjadi anak
yang berakhlak mulia. Hal ini merupakan tugas yang sangat besar. Diperlukan
perhatian khusus dari pendidik keluarga, sekolah maupun masyarakat sekitarnya.
Pembinaan akhlak ini
merupakan tumpuan perhatian dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari misi
kerasulan Nabi yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Membicarakan akhlak atau
moral, seringkali dihubungkan dengan generasi muda dan remaja. Sebab
kenyataannya remaja ini yang cenderung melakukan perbuatan menyimpang dari
nilai-nilai atau norma-norma agama. Kondisi remaja memungkinkan untuk bertindak
di luar batas-batas norma yang berlaku dalam masyarakat. Sebab pada masa itu
terjadi perubahan-perubahan besar dalam dirinya baik dari segi fisik maupun
dari segi kejiwaan. Karena pada masa ini terjadi pertumbuhan jasmani yang cepat
dan disertai dengan kegoncangan emosi dan ketidak pastian diri, kegoncangan
inilah yang membawa perubahan pada tingkah lakunya. Pada usia inilah manusia
mulai dituntut untuk melaksanakan kewajiban agama secara penuh karena telah
mencapai usia baligh dan berakal.
B.
Rumusan Masalah
Sebagaimana yang pemakalah
uraikan dalam latar belakang masalah di atas, dalam
makalah ini akan kami bahas beberapa masalah yang terkait dengan hakikat
pendidikan khususnya masalah akhlak, apa yang dimaksud dengan akhlak yang mulia
itu?
C.
Tujuan Pembahasan
Dalam penulisan makalah ini
kami ingin menjelaskan apa yang dimaksud dengan akhlak mulia itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadits بعثت لاتمم مكارم الاخلاق (رواه احمد )
Akhlaq menurut Etimologi. Al-Akhlak
merupakan bentuk plural dari al-khuluq yang digunakan untuk
mengistilahkan sebuah karakter dan tabiat dasar penciptaan manusia. Kata ini
terdiri dari huruf kha-la-qa yang biasa digunakan untuk menghargai sesuatu.
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman,
وَإِنَّكَ
لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung”. (QS. Al-Qalam[68]: 4).
Akhlak mulia didalam ayat ini,
sebagaimana dikemukakan oleh Imam Ath-Thabari, bermakna tata karma yang tinggi;
yaitu tatakrama Al-Qur’an yang telah Allah tanamkan di dalam jiwa Rasul-Nya.
Tata karma ini tercermin melalui Islam dan ajarannya. Makna ini diriwayatkan
oleh Ibnu Abbas –radliyallahu ‘ahnuma- yang ketika itu menjabarkan makna dari
ayat,
وَإِنَّكَ
لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung,”
Mujahid (seorang tabi’in)
mengatakan hal serupa dalam menafsirkan firman Allah ‘Azza wa Jalla tersebut.
Ia berkata, “yaitu beragama yang agung.”[1]
Imam Junaid Radhiyallahu’anhu
menerangkan bahwa akhlak Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam dikatakan umat
terpuji karena beliau hanya mengedepankan ajaran Allah.
Mengenai hal ini, Fairuz Abadi
berkata, “Ketahuilah! Komponen utama agama Islam adalah akhlak. Jika seseorang
memiliki akhlak yang lebih baik dari pada akhlakmu, berarti dia lebih tinggi
derajatnya daripada dirimu dalam hal agama. Akhlak yang baik ini berdiri diatas
empat pondasi, yaitu kesabaran, keberanian, keadilan, dan kesucian.”
Fairuz Abadi juga menyebutkan
bahwa keempat pondasi tersebut saling menyeru akhlak sehingga dapat membawa
sang pemilik akhlak untuk menerapkan akhlak mulia lainnya.
Dengan kesabaran, misalnya,
seseorang dapat melatih diri untuk ditempa menahan emosi, menyingkirkan bahaya,
bersikap waspada dan hati-hati, lemah-lembut dan santun, serta tidak
tergesa-gesa dan sembrono. Disebutkan juga bahwa sikap tidak berlebihan dalam
segala hal merupakan asas utama dari keempat akhlak mulia ini.
Pendidikan akhlak merupakan jiwa pendidikan Islam, karena salah satu
tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai akhlak yang sempurna sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم انما بعثت
لاتمم مكارم الاخلاق (رواه بيهقي
Artinya : “Dari
Abu Hurairah ra, berkata : bersabda Rasulullah SAW: sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlak manusia (HR Baihaqi)
Sesungguhnya aku
diutus
|
:
|
انما بعثت
|
Untuk
menyempurnakan
|
:
|
لاتمم
|
Akhlak manusia
(Akhlak yang mulia)
|
:
|
مكارم
الاخلاق
|
Hadits yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang tinggi
dalam kehidupan manusia merupakan hal yang penting sekali baik secara individu,
masyarakat maupun bangsa.
Akhlah adalah tingkah laku, perangai dan budi pekerti yang merupakan
pembinaan atau bersumber dari sifat jiwa seseorang.[2] Sumber dari segala kegiatan
atau tingkah laku yang sewajarnya, yang timbul tanpa memerlukan pertimbangan
terlebih dahulu, sehingga dengan demikian perbuatan atau tingkah laku itu
merupakan kebiasaan yang lahir dengan sendirinya tanpa motif lain.
Agar tercapai akhlak yang mulia sesuai dengan tujuan pendidikan Islam
harus melalui pendidikan akhlak, mengenai tujuan pendidikan Islam, menurut
Muhammad Yunus adalah :
“Tujuan pendidikan Islam adalah pendidikan anak/pemuda dan orang dewasa
supaya menjadi muslim sejati, sehingga ia menjadi salah seorang anggota
masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan
berbakti kepada bangsa dan tanah airnya bahkan sesama umat manusia.[3]
Pendidikan agama merupakan hal yang sangat penting dan perlu ditanamkan
kepada anak semenjak usia dini, dalam agama Islam sebenarnya dimulai jauh
sebelum anak itu lahir, pendidikan serta penanaman jiwa agama pada anak harus
berlanjut secara berangsur-angsur sampai menginjak dewasa. Dalam membentuk
kepribadian yang utama sesuai dengan ajaran Islam, dengan melaksanakan
bimbingan dan pembinaan yang berkenan dengan pendidikan jasmani dan rohani juga
pendidikan lain seperti social, akhlak, keterampilan dan lain-lain.[4]
Mengenai kekurangan jam pelajaran pendidikan agama di sekolah ini, maka
pihak sekolah dituntut untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang mengarah pada
peningkatan keimanan dan ketaqwaan serta budi pekerti siswa. Disamping orang
tua, masyarakat juga dituntut untuk berperan aktif mengatasi kekurangan jumlah
jam pelajaran di sekolah dengan melaksanakan berbagai bentuk kegiatan keagamaan
yang dapat mengarahkan pada pembentukan iman dan taqwa serta budi pekerti luhur.[5]
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak merupakan hasil
usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap potensi
rohaniyah yang terdapat dalam potensi seperti akal, nafsu, fitrah, hati nurani dan
sebagainya. Jika program pendidikan dan pembinaan akhlak dirancang dengan
sungguh-sungguh maka akan menghasilkan akhlak yang baik. Disinilah letak peran
dan fungsi lembaga pendidikan dan sekolah dalam komunitas terbesar dimana
remaja itu berada.[6]
B.
Hadits الْقُرْآنَ خُلُقُهُ
كَانَ
Hal ini yang perlu kita camkan sebagai penuntut ilmu
agama, karena akhlak adalah cerminan langsung apa yang ada di hati, cerminan
keikhlasan dan penerapan ilmu yang diperoleh. Lihat bagimana A’isyah rodhiallohu
‘anha mengambarkan langsung akhlak Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang merupakan teladan dalam iman dan tauhid, A’isyah rodhiallohu
‘anha berkata,
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah
Al-Quran” [HR. Muslim no. 746, Abu Dawud no. 1342 dan Ahmad 6/54]
Nabi
Muhammad
|
:
|
كَانَ
|
Akhlak beliau
|
:
|
خُلُقُهُ
|
Adalah Al-Quran
|
:
|
الْقُرْآنَ
|
Yang berkata demikian Adalah A’isyah rodhiallohu
‘anha, Istri yang paling sering bergaul dengan beliau, dan perlu kita
ketahui bahwa salah satu barometer ahklak seseorang adalah bagaimana akhlaknya
dengan istri dan keluarganya. Rasulolluh shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang
paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian
dalam bermuamalah dengan keluargaku.” [H.R. Tirmidzi dan beliau
mengomentari bahwa hadits ini hasan gharib sahih. Ibnu Hibban dan
Al-Albani menilai hadits tersebut sahih].
Akhlak dirumah dan keluarga menjadi barometer karena
seseorang bergaul lebih banyak dirumahnya, bisa jadi orang lain melihat bagus
akhlaknya karena hanya bergaul sebentar. Khusus bagi suami yang punya
“kekuasaan” atas istri dalam rumah tangga, terkadang ia bisa berbuat
semena-mena dengan istri dan keluarganya karena punya kemampuan untuk
melampiaskan akhlak jeleknya dan hal ini jarang diketahui oleh orang banyak.
Sebaliknya jika di luar rumah mungkin ia tidak punya tidak punya kemampuan
melampiaskan akhlak jeleknya baik karena statusnya yang rendah (misalnya ia hanya
jadi karyawan rendahan) atau takut dikomentari oleh orang lain.
Dan tolak ukur yang lain adalah takwa sehingga
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkannya dengan
akhlak, beliau bersabda,
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ
تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di
mana saja engkau berada. Iringilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan
menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak
yang baik.” (HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rohimahullohu
menjelaskan hadist ini, “Barangsiapa bertakwa kepada Alloh, merealisasikan
ketakwaannya dan berakhlak kepada manusia -sesuai dengan perbedaan tingkatan
mereka- dengan akhlak yang baik, maka ia medapatkan kebaikan seluruhnya, karena
ia menunaikan hak hak Alloh dan Hamba-Nya.[7]
Demikian pula sabda beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam,
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ
”Yang paling banyak
memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia” (HR
At-Tirmidzi, Ibnu Maajah dan Al-Haakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Agar mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, maka pihak sekolah perlu
menyelenggarakan kegiatan pendidikan dalam arti luas untuk lebih menyiapkan
siswa dalam menghadapi tantangan misis sekolah adalah menyediakan pelayanan
yang luas untuk secara efektif membantu siswa mencapai tujuan perkembangan dan
permasalahannya.
Upaya mengatasi masalah kekurangan jam pelajaran agama pihak sekolah
melaksanakan pembinaan yang lebih intensif lagi. Selain pendidikan agama yang
bersifat kurikuler juga dilakukan pembinaan yang bersifat ekstra kurikuler.
Siswa mendapat materi pelajaran melalaui praktek-praktek keagamaan yang mereka
laksanakan di sekolah sebagai penunjang nilai bagi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Nata Abudin, 1999. Akhlak Tasauf, jakarta: Raja Grapindo Persada
Yunus Muhammad, 1975. Metode Khusus Pendidikan Agama, Jakarta: Karya Agung
Darajat Zakiyah, dkk, 1997. Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet ke-3
Lutijo Ahmad, Mchabin Thoha dkk, 1996. Pendekatan Intgrasi Pendidikan
Agama pada Sekolah Di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar,.
Sudarsono, 1991, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja,
Jakarta : Rineka Cipta
W.J.S Poerwardarminta, Opcik, h.318
[2] Abudin, Akhlak Tasauf, (jakarta: Raja
Grapindo Persada, 1999), h.7
[3]
Muhammad Yunus, Metode Khusus
Pendidikan Agama, (Jakarta: Karya Agung, 1975), h. 11-12
[4]
Zakiyah Darajat, dkk, ilmu
Pengetahuan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), cet ke-3 h.35
[5] Ahmad Lutijo, Mchabin Thoha dkk,
Pendekatan Intgrasi Pendidikan Agama pada Sekolah Di Indonesia, (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 1996)
[7] Bahjatu
Qulubil Abror hal 62, cetakan pertama, Darul Kutubil ‘ilmiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar