BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkataan
“konstitusi” berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution,
kata pertama berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua
berarti susunan atau pranata (masyarakat). Dengan demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari
segala peraturan mengenai suatu Negara. Pada umumnya langkah awal untuk
mempelajari hukum tata negara dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara
bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti juga mempelajari hukum tata negara
dari suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut juga dengan constitutional
law. Istilah Constitutional Law di
Inggris menunjukkan arti yang sama dengan hukum tata negara. Penggunaan istilah
Constitutional Law didasarkan atas alasan bahwa dalam hukum tata Negara
unsur konstitusi lebih menonjol.
Dengan demikian
suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat fundamental
untuk menegakkan bangunan besar yang bernama “Negara”. Karena sifatnya yang
fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubah-ubah.
Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan
untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah Pengertian Konstitusi itu?
2.
Bagaimanakah sejarah konstitusi di Indonesia ?
3.
Apakah fungsi dan sifat konstitusi ?
4.
Apakah tujuan dari konstitusi itu ?
C.
Tujuan pembahasan
1.
Untuk menjelaskan pengertian dari Konstitusi.
2.
Untuk menjelaskan sejarah konstitusi di Indonesia.
3.
Untuk menjelaskan fungsi dan sifat konstitusi.
4.
Untuk menjelaskan tujuan diadakanya konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Konstitusi
Konstitusi dalam
pengertian luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum
dasar. Konstitusi dalam pengertian sempit berarti piagam dasar atau
undang-undang dasar (Loi constitutionallle) ialah suatu dokumen lengkap
mengenai peraturan dasar negara. Konstitusi (constitutio) dalam negara adalah
sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara
biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis - dalam kasus bentukan Negara,
sedangkan menurut EC Wade Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan
tugas pokok dari badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok
cara kerja badan tersebut dan menamakan undang-undang dasar sebagai riwayat
hidup suatu hubungan kekuasaan.
B.
Sejarah Konstitusi
Sebagai Negara yang
berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan
undang-undang dasar 1945. Eksistensi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangaat panjang hingga akhirnya
diterima sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam sejarahnya,
Undang-Undang Dasar 1945 dirancing sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh
badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau
dalam bahasa jepang dikenal dengan dokuritsu zyunbi tyoosakai yang
beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh, Hatta sebagai wakil
ketua dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3
orang dari Sumatra dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda
kecil. Badan tersebut (BPUPKI) ditetapkan berdasarkan maklumat gunseikan nomor
23 bersamaan dengan ulang tahun Tenno Heika pada 29 April 1945.
Latar belakang
terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk memberikan
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dikemudian hari. Janji tersebut antara lain
berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan asia timur raya, Dai Nippon
sudah mulai berusaha membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah
hindia belanda. Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan perangnya,
baik di darat, laut, maupun udara, untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan
Belanda”.
Sejak saat itu Dai
Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta membimbing
bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga
diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa
Asia Timur Raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang
selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia.
Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya.
Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan
leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan
tiba. Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar
1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab
syarat yang lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:
Ø Rakyat,
yaitu bangsa Indonesia
Ø Wilayah,
yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari sabang hingga ke merauke yang
terdiri dari 13.500 buah pulau besar dan kecil;
Ø Kedaulatan
yaitu sejak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia; Pemerintah yaitu sejak
terpilihnya presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pemerintahan Negara;
Tujuan Negara yaitu
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila; dan Bentuk Negara
yaitu Negara kesatuan.
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis
dan 2) konstitusi tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir
semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau undang-undang dasar
(UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan
cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Negara yang
dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah
Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua
lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat
kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru
maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215
yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris. Karena ketentuan
mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam
adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang
memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua
konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan berdasarkan jenis-jenis
kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu dibentuklah
lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan
terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang bertanggung jawab
untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa sarjana
mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau kewenangan itu, salah satu
yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan negara itu
terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat. Ketiga
jenis kekuasaan itu adalah : 1) kekuasaan membuat peraturan perundangan
(legislatif); 2) kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif) dan
kekuasaan kehakiman (judikatif).
Pandangan lain
mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam konstitusi
dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannya Staatsrecht over
Zee. Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yaitu :1) pemerintahan
(bestuur); 2) perundang-undangan; 3) kepolisian dan 4)pengadilan. Van
Vollenhoven kemungkinan menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan
karenanya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan
pemerintahan dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis
kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk
melaksanakan hukum.
Wirjono
Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia mendukung
gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi
jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan untuk memeriksa
keuangan negara untuk menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.
Berdasarkan teori
hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis
kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas
enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lemabaga
tersendiri yaitu:
1.
kekuasaan membuat
undang-undang (legislatif)
2.
kekuasaan
melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3.
kekuasaan kehakiman
(judikatif)
4.
kekuasaan
kepolisian
5.
kekuasaan kejaksaan
6.
kekuasaan memeriksa
keuangan Negara
C.
Fungsi dan sifat Konstitusi
Berbicara mengenai
konstitusi, maka kita tak akan lepas dari fungsi konstitusi itu sendiri, Dan
di antara fungsi daripada konstitusi adalah
1. menentukan
pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu fungsi konstitusionalisme;
2. memberikan
legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah;
3. sebagai
instrumnen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik
rakyat dalam sistem demokrasi atau raja dalam sistem monarki) kepada
organ-organ kekuasaan negara;
Sifat Konstitusi 1.
Formil dan materiil; Formil berarti tertulis. Materiil dilihat dari segi isinya
berisikan hal-hal bersifat dasar pokok bagi rakyat dan negara. (sama dengan
konstitusi dalam arti relatif). 2. Flexibel dan rigid, Kalau rigid berarti kaku
suliot untuk mengadakan perubahan sebagaimana disebutkan oleh KC Wheare Menurut
James Bryce, ciri flexibel : Elastis, Diumumkan dan diubah sama dengan
undang-undang dan Tertulis dan tidak tertulis.
D.
Tujuan Konstitusi
Hukum pada umumnya bertujuan mengadakan tata
tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai
kepentingan yang ada di tengah
masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama
dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih
jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri.
Tujuan
konstitusi adalah juga tata tertib terkait dengan: a). berbagai lembaga-lembaga
negara dengan wewenang dan cara bekerjanya, b) hubungan antar lembaga negara,
c) hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan d) adanya jaminan
hak-hak asasi manusia serta e) hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai
dengan tuntutan perkembangan zaman.
Tolak ukur tepat
atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak terletak pada banyak
atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi yang bersangkutan.
Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi tertulis timbul
berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang pentingnya dibanding yang
tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi manusia yang tidak atau kurang
diatur dalam konstitusi justru mendapat perlindungan lebih baik dari yang telah
termuat dalam konstitusi itu sendiri. Dengan demikian banyak negara yang
memiliki konstitusi tertulis terdapat aturan-aturan di luar konstitusi yang
sifat dan kekuatannya sama dengan pasal-pasal dalam konstitusi. Aturan-aturan
di luar konstitusi seperti itu banyak termuat dalam Undang-undang atau
bersumber/berdasar pada adat kebiasaan setempat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian Konstitusi
Konstitusi
(constitutio) dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum
bentukan pada pemerintahan negara biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen
tertulis dalam kasus bentukan negara.
2.
Sejarah konstitusi di Indonesia.
Latar belakang
terbentuknya konstitusi bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan
bagi bangsa Indonesia dikemudian hari. Namun janji hanyalah janji, penjajah
tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih lama menindas dan menguras kekayaan
bangsa Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur oleh sekutu, Jepang tak lagi
ingat akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat
Indonesia lebih bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada
Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
3.
Fungsi dan sifat konstitusi
Mengenai
kesimpulan dari fungsi dan sifat konstitusi, kami rasa cukup di pembahsan poin C,
karena itu sudah kami simpulkan, jadi kami rasa gak perlu kami tulis kembali
disini.
4.
Tujuan konstitusi
Tujuan
dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan
membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang
dilakukan penguasa terhadap rakyatnya serta memberikan arahan kepada penguasa
untuk mewujudkan tujuan Negara.
B.
Saran
Setelah kita fahami mengenai pembahsan diatas, kita sebagai warga Negara
Indonesia yang baik harus taat dan patuh kepada konstitusi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Miriam
Budiardjo, Miriam B dkk. Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia Pustaka
Utama (2003)
makalah
Prof. Jimly Asshiddiqie, Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
Menurut UUD 1945 serta Mahkamah Konstitusi
Dahl, Robert
A, 1982, Dilemma Demokrasi Pluralis, Terj. S. Simamora, Jakarta:
C.V.
Rajawali
Miriam Budiardjo,
Miriam B dkk. Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia Pustaka Utama (2003)
Miriam Budiardjo,
Miriam B dkk. Dasar-dasar ilmu politik, Gramedia Pustaka Utama (2003)