BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dengan perkembangan zaman di
dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah
pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih moderan.
Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.
Menyikapi hal tersebut
pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan konsep dan teori
pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Pendidikan merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi
dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan masalah social dalam pendidikan?
2.
Apa yang dimaksud
dengan masalah politik dalam pendidikan?
3.
Apa yang dimaksud
dengan masalah ekonomi dalam pendidikan?
4.
Apa yang dimaksud
dengan masalah budaya dalam pendidikan?
5.
Apa yang dimaksud
dengan masalah globalisasi dalam pendidikan?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk menjelaskan
masalah social dalam pendidikan.
2.
Ingin memaparkan masalah
politik dalam pendidikan.
3.
Untuk menjelaskan masalah
ekonomi dalam pendidikan.
4.
Ingin
mendeskripsikan masalah budaya dalam pendidikan.
5.
Untuk menjelaskan masalah
globalisasi dalam pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Permasalahan eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini
sesungguhnya sangat komplek. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan kompleksnya
dimensi-dimensei eksternal pendidikan itu sendiri. Dimensi-dimensi eksternal
pendidikan meliputi dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan bahkan juga
dimensi global.
A.
Masalah
Sosial
Ada sebuah adegium yang menyatakan
bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya berubah; satu-satunya yang
abadi adalah perubahan itu sendiri. Itu artinya, perubahan social merupakan
peristiwa yang tidak bisa dielakkan, meskipun ada perubahan social yang
berjalan lambat dan ada pula yang berjalan cepat.[1]
Bahkan salah satu fungsi
pendidikan, sebagaimana dikemukakan dalam pembahasan rungsi pendidikan, adalah
melakukan inovasi-inovasi sosial, yang maksudnya tidak lain adalah mendorong
perubahan sosial. Fungsi pendidikan sebagai agen perubahan sosial tersebut,
dewasa ini ternyata justru melahirkan paradoks.
Kenyataan menunjukkan bahwa,
sebagai konsekuansi dari perkembangan ilmu perkembangan dan teknologi yang
demikian pesat dewasa ini, perubahan sosial berjalan jauh lebih cepat dibandingkan
upaya pembaruan dan laju perubahan pendidikan. Sebagai akibatnya, fungsi
pendidikan sebagai konservasi budaya menjadi lebih menonjol, tetapi tidak mampu
mengantisipasi perubahan sosial secara akurat (Karim, 1991: 28).
Dalam kaitan dengan paradoks dalam
hubungan timbal balik antar pendidikan dan perubahan sosial seperti dikemukakan
di atas, patut kiranya dicatat peringatan Sudjatmoko (1991:30) yang menyatakan
bahwa negara-negara yang tidak mampu mengikuti revolusi industri mutakhir akan
ketinggalan dan berangsur-angsur kehilangan kemampuan untuk mempertahankan
kedudukannya sebagai negara merdeka.
Dengan kata lain,
ketidakmampuan mengelola dan mengikuti dinamika perubahan sosial sama artinya
dengan menyiapkan keterbelakangan. Permasalahan perubahan sosial, dengan
demikian harus menjadi agenda penting dalam pemikiran dan praksis pendidikan
nasional.
B.
Masalah
Politik
Hubungan antara politik dan pendidikan tampak demikian
erat. Perkembangan kegiatan-kegiatan kependidikan
banyak dipengaruhi oleh para penguasa dan para penguasa memerlukan hubungan
yang baik dengan institusi-institusi pendidikan untuk membenarkan dan
mempertahankan kekuasaan mereka.
Menurut Albernetty
dan Combe, hubungan timbal balik antara pendidikan dan politik dapat terjadi
melalui tiga aspek yaitu:
- Pembentukan sikap kelompok (group attitude)
Aspek pertama yaitu pembentukan sikap kelompok, dalam
arti rakyat Indonesia telah menjadi korban
imperialisme budaya, sehingga mereka cenderung menginginkan sistem pendidikan
secara terpisah, maka dari itu timbul dua sistem yaitu: Sistem keagaman Islam
dan Sistem non keagamaan Islam, Maka lahirlah sekolah Islam, sekolah Kristen
dan lain-lain.
- Masalah pengangguran (unemployment)
Aspek kedua masalah pengangguran, dalam arti dalam
dunia politik seseorang itu dipersyaratkan harus mempunyai pendidikan yang
cukup tinggi karena hanya publik yang terdidiklah yang diminta turut serta
bertanggung jawab dalam pembangunan bangsa. Sedangkan bagi mereka yang
berpendidikan rendah pengangguranlah baginya
- Peranan politik kaum cendekiawan (the political role of the intelligentsia).
Aspek ketiga peranan politik kaum cendekiawan, dalam
arti para cendekiawan mempunyai peranan penting dalam politik, karena merekalah
salah satu yang menjalankan roda pemerintahan dan mereka pulalah yang
mempengaruhi maju mundurnya politik dalam suatu Negara. Karena yang dinamakan
cendekiawan pasti dia adalah orang yang bersal dari kalangan ilmuan pendidikan
yang sangat baik. Sehingga dia bisa berpereb dalam dunia politik, yang mana
proses dan lembaga-lembega pendidikan memiliki banyak dimensi dan aspek
politik. Sedangkan lembaga-lembaga tersebut mempunyai fungsi penting dalam
sistem politik dan terhadap perilaku politik dalam bentuk yang berbeda-beda.
C.
Masalah
Ekonomi
Dalam rangka mencapai prestasi belajar anak sudah
barang tentu harus ditunjang oleh berbagai sarana dan media belajar terutama
dalam rumah tangga. Namun demikian, pemenuhan kebutuhan belajar anak harus
ditunjang oleh kecukupan dan kemantapan ekonomi keluarga. Ekonomi keluarga
sangat termasuk salah satu faktor keberhasilan dan kegagalan pendidikan bagi
anak.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (1991:83)
bahwa “Faktor biaya merupakan faktor faktor yang sangat penting karena belajar
dan kelangsungannya sangat memerlukan biaya”. Misalnya untuk membeli alat-alat,
uang sekolah dan biaya lainnya. Maka keluarga yang miskin akan merasa berat
untuk mengeluarkan biaya yang bermacam-macam itu, karena keuangan dipergunakan
untuk mencukupi kebutuhan anak sehari-hari. Lebih-lebih keluarga untuk dengan
banyak anak, maka hal ini akan merasa lebih sulit lagi.
Keluarga yang miskin juga tidak dapat menyediakan
tempat untuk belajar yang memadai, di mana tempat belajar itu merupakan salah
satu sarana terlaksananya belajar secara efisien dan efektif.
Pembentukan pribadi dan sebagainya. Upaya apapun yang
dilakukan oleh para pengelola sekolah dalam rangka menciptakan proses belajar
mengajar yang efektif dan efisien jika tidak ditunjang oleh ekonomi keluarga
pihak siswa (orangtua siswa), niscaya upaya itu akan sia-sia. Misalnya,
lengkapnya media belajar dan sarana mengajar yang dimiliki oleh sebuah sekolah,
akan tetapi sarana belajar siswa di rumah kurang memadai, maka mungkin hanya
proses mengajar saja yang efektif dan efisien, tetapi proses belajar terutama belajar
mandiri di rumah tidak seperti apa yang diharapkan. Paradigma ini menunjukkan
bahwa masalah ekonomi dapat mempengaruhi proses belajar mengajar siswa baik di
sekolah maupun di rumah.
D.
Masalah
Budaya
Salah satu
budaya yang paling sederhana, dapat dilihat pada permasalahan perasaan malu.
Jika dulu perasaan malu dominan dalam kehidupan masyarakat, namun kini perasaan
tersebut semakin menipis
dan menguap, sehingga melicinkan mereka untuk melakukan hal-hal yang semula di
pandang kurang bahkan tidak pantas. Di antara pengaruh dunia Barat yang tertanam pada bangsa kita, khususnya
anak usia sekolah adalah sebagai berikut:
1.
Selebmania
Seleb berarti ternama, kesohor atau figur. Selebritis berarti orang
ternama, kesohor atau yang dijadikan figur, selebmania berarti pengagung berat
tokoh-tokoh ternama tersebut. Tokoh ternama yang dimaksud adalah artis atau
mereka yang terjun di dunia hiburan baik sebagai penyanyi, bintang film,
sinetron, foto model, peragawati, atau presenter dunia hiburan.
Selebmania, kultusme atau kekaguman yang berlebihan
terhadap artis. Sekarang sudah menjadi wabah penyakit baru dikalangan remaja
modern, para remaja dengan tanpa melihat moral artis tetap saja tergila-gila
dengan sosok artis idolanya. Bahkan tak
terbatas sampai di sana, merekapun berlomba meniru artis pujaannya itu.
2.
Premium Call
HP
memiliki perluang besar untuk berbuat maksiat. Dan tak dapat dipungkiri ada
juga premium call untuk tujuan positif premium call pada hakekatnya merupakan
salah satu kemudahan yang dihasilkan oleh jaringan komunikasi pintar
(intellegent network) dilingkungan PT melalui premium call dapat diperoleh
berbagai informasi yang mungkin diperlukan masyarakat yaitu informasi
umum/layanan masyarakat, hiburan, bisnis/ekonomi dan informasi langsung.
Kenyataan di lapangan premium call banyak disalah
gunakan kini premium call bukan hanya sebagai alat komunikasi saja. Tetapi
bentuk hand phone kini dianggap sebagai asesoris untuk pelengkap penampilan
sebagai penambah gaya, modis dan trendy, mereka merasa malu/tidak gaul kalau
tidak mempunyai alat tersebut, dan dan mereka tidak mau ketinggalan zaman
sehingga apa pun caranya mereka lakukan untuk bisa membeli alat tersebut.
3.
Diskotik
Diskotik
atau Pub sudah dikenal sejak zaman penjajahan. Tempat ini sudah dimafhumi
sebagai tempat maksiat. Diskotik bukan saja tempat ajojing tapi juga khalwat, ikhtilat pamer aurat mejeng tak karuan. Bahkan
transaksi seks tempat tersebut dikenal pula sebagai tempat mabuk-mabukan dan
transaksi narkoba.
4.
Punk Club
Ciri khas dari punk adalah celana jeans sobek-sobek
peniti cantel (safety pins) yang dicantelkan atau di kenakan di telinga, pipi,
aksesoris lain seperti swastika, kalung anjing, dan model rambut spike-top dan
mohican. Model rambut spike-top atau model rambut standar kaum punk sementara
model rambut mohican atau biasa disebut dengan mohawk yaitu model rambut yang
menggabungkan gaya spike-top dengan cukur di bagian belakang dan samping untuk
menghasilkan efek bentuk bulu-bulu yang tinggi, atau sekumpulan krucut. Kadang-kadang mereka mengecet rambutnya dengan
warna-warna cerah seperti hijau menyala, pink, ungu dan orange.
Punk
adalah kelompok remaja radikal yang menentang berbagai bentuk kemapanan hidup mereka
ingin hidup bebas tanpa aturan. Dandanan yang tidak karuan seperti itu bagi
mereka sebuah kemajuan. Para orang tua hendaknya dapat membentengi
putra-putrinya dengan pondasi moral yang kokoh agar anak tidak terjerumus dalam
kelompok berbahaya ini.
Dan sesungguhnya masih amat sangat banyak budaya-budaya di negara
kita ini yang membuat pendidikan menjadi terabaikan, dan pemakalah tidak
mungkin memaparkan semuanya karena ada keterbatasan dari pemakalah.
E.
Masalah
Globalisasi
Globalisasi mengandung arti
terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan global. Dalam bidang
ekonomi, misalnya, globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya ekonomi nasional
ke dalam ekonomi dunia atau global (Fakih, 2003: 182). Bila dikaitkan dalam
bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan
nasional ke dalam pendidikan dunia. Sebegitu jauh, globalisasi memang belum
merupakan kecenderungan umum dalam bidang pendidikan. Namun gejala ke arah itu
sudah mulai nampak.
Sejumlah SMK dan SMA di
beberapa kota di Indonesia sudah menerapkan sistem Manajemen Mutu (Quality
Management Sistem) yang berlaku secara internasional dalam pengelolaan
manajemen sekolah mereka, yaitu SMM ISO 9001:2000; dan banyak diantaranya yang
sudah menerima sertifikat ISO.
Oleh karena itu, dewasa ini
globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan aktual pendidikan. Permasalahan
globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan.
Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran
paradigma tentang keunggulan suatu negara, dari keunggulan komparatif
(Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage).
Keunggulam komparatif bertumpu
pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada
pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Kuntowijoyo, 2001: 122).
Dalam konteks pergeseran paradigma
keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan menghadapi situasi kompetitif
yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global.
Hal ini berkaitan erat dengan
kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana
anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai
tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri
secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah). Kecenderungan ini sudah
mulai terlihat pada tingkat perguruan tinggi dan bukan mustahil akan merambah
pada tingkat sekolah menengah.
Bila persoalannya hanya sebatas
tantangan kompetitif, maka masalahnya tidak menjadi sangat krusial (gawat).
Tetapi salah satu ciri globalisasi ialah adanya “regulasi-regulasi”. Dalam
bidang pendidikan hal itu tampak pada batasan-batasan atau ketentuan-ketentuan
tentang sekolah berstandar internasional.
Pada jajaran SMK regulasi
sekolah berstandar internasional tersebut sudah lama disosialisasikan. Bila
regulasi berstandar internasional ini kemudian ditetapkan sebagai prasyarat
bagi output pendidikan untuk memperolah untuk memperoleh akses ke bursa tenaga
kerja global, maka hal ini pasti akan menjadi permasalah serius bagi pendidikan
nasional.
Globalisasi memang membuka
peluang bagi pendidikan nasional, tetapi pada waktu yang sama ia juga
mengahadirkan tantangan dan permasalahan pada pendidikan nasional. Karena
pendidikan pada prinsipnya mengemban etika masa depan, maka dunia pendidikan
harus mau menerima dan menghadapi dinamika globalisasi sebagai bagian dari
permasalahan pendidikan masa kini.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Permasalahan pendidikan di
Indonesia masa kini sesungguhnya sangat kompleks. Makalah ini dengan segala
keterbatasannya, hanya sempat menyoroti beberapa masalah eksternal saja diantaranya
dimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan juga dimensi global.
Hal ini tentu saja menyarankan
bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan tidak bisa
dilakukan secara parsial; yang merupakan pendekatan terpadu. Bagaimanapun,
permasalahan-permasalahan di atas yang belum merupakan daftar lengkap, harus
kita hadapi dengan penuh tanggung jawab. Sebab, jika kita gagal menemukan
solusinya maka kita tidak bisa berharap pendidikan nasional akan mampu bersaing
secara terhormat di era globalisasi dewasa ini.
B.
Saran
Permasalahan yang ada dalam
dunia pendidikan saat ini marilah kita jadikan pelajaran untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di negara Indonesia, sehingga citra pendidikan bangsa ini menjadi
contoh bagi negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour, 2000. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.
Yogyakarta: Insist Press dan Pustaka Pelajar.
Freire, Paulo, 2000. Pendidikan Kaum Tertindas, alih bahasa
Oetomo Dananjaya dkk. Jakarta: LP3ES.
Joesoef, Daoed, 2001. Pembaharuan Pendidikan dan Pikiran, dalam
Sularto (ed). Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi: Antara Cita dan Fakta.
Jakarta: Kompas.
Muhadjir, Noeng, 1987. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Social: Suatu
Teori Pendidikan. Yogyakarta: Reka Sarasih
Shane, Harlod G. 1984. Arti Pendidikan bagi Masa Depan.
Jakarta: Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar