BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Usia
lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai
dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai dengan adanya
perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang
disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain.
Badan
kesehatan dunia (WHO)
menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses penuaan yang
berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak
menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan
terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia
menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia
(elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua
(very old) diatas 90 tahun.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana penyesuaian diri pada masa tua itu?
2.
Bagaimana penyesuaian pribadi terhadap karier itu?
3.
Bagaimana penyesuaian diri dalam kehidupan sosial?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk menjelaskan penyesuaian diri pada masa tua.
2.
Ingin menjelaskan penyesuaian pribadi terhadap karier.
3.
Untuk mendeskripsikan penyesuaian diri dalam kehidupan sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyesuaian
Diri pada Masa Tua
Yang dimaksud dengan penyesuaian diri
pada lanjut usia adalah kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi
tekanan atau konflik akibat perubahan – perubahan fisik, maupun sosial –
psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai keselarasan antara
tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan
kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi
kebutuhan – kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah baru.
Pada orang – orang dewasa lanjut yang
menjalani masa pensiun dikatakan memiliki penyesuaian diri paling baik adalah
lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan
baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk diantaranya teman – teman dan
keluarga, dan biasanya merasa puas dengan kehidupannya sebelum pensiun
(Palmore, dkk, 1985). Orang – orang dewasa lanjut dengan penghasilan tidak
layak dan kesehatan yang buruk, dan harus menyesuaikan diri dengan stres
lainnya yang terjadi seiring dengan pensiun, seperti kematian pasangannya,
memiliki lebih banyak kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan fase pensiun
(Stull & Hatch, 1984).
Penyesuaian diri lanjut usia pada
kondisi psikologisnya berkaitan dengan dimensi emosionalnya dapat dikatakan bahwa
lanjut usia dengan keterampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan
besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran
yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali
tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas
kemampuan mereka untuk berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran yang
jernih. Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan
kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi
hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut
menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut
mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang
mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal
buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa takut. Ketika individu memasuki
fase lanjut usia, gejala umum yang nampak yang dialami oleh orang lansia adalah
“perasaan takut menjadi tua”. Ketakutan tersebut bersumber dari penurunan
kemampuan yang ada dalam dirinya. Kemunduran mental terkait dengan penurunan
fisik sehingga mempengaruhi kemampuan memori, inteligensi, dan sikap kurang
senang terhadap diri sendiri.
Menurut suatu jurnal, disebutkan
bahwa semakin tinggi usia seseorang maka afek-afek positifnya akan lebih
banyak. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor pendewasaan, pengalaman hidup,
dll walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan, dijumpai lansia yang emosinya
tidak “integrated”, hal tersebut sangat berkaitan erat dengan pengalaman hidup
yang telah dilalui. (Age-Related Differences and Change in Positive and
Negative Affect Over 23 Years, Journal of Personality and Social Psychology
2001, Vol. 80, No. 1, 136-151).
B. Penyesuaian Pribadi Terhadap Karier
Pria lanjut usia biasanya lebih
tertarik pada jenis pekerjaan yang statis daripada pekerjaan yang bersifat
dinamis dan menantang. Dampak yang mereka peroleh adalah pekerjaan yang memberi
kepuasan pada dirinya walaupun pekerjaan itu jelas berbeda dengan pekerjaan
orang yang lebih muda atau pekerjaan pada masa mudanya. Bahkan mereka
mengetahui bahwa sebentar lagi akan pensiun, atau bagi yang sudah pensiun akan
berhenti bekerja, sehingga apa yang dilakukan tidak mempengaruhi sikap mereka
terhadap pekerjaannya jika mereka memang menikmati apa yang mereka kerjakan.
Bagi lansia yang bukan pegawai negeri atau karyawan swasta, misalnya
wiraswastawan, pedagang, ulama, guru swasta dan lain-lain pikiran tentang
pensiun mungkin tidak terlintas, mereka umumnya mengurangi kegiatannya setelah
lansia dan semakin tua tugas-tugas tersebut secara berangsur berkurang sampai
suatu saat secara rela dan tulus menghentikan kegiatannya. Kalau mereka masih
mau melakukan kegiatan umumnya sebatas untuk beramal atau seolah-olah menjadi
kegiatan hobby. Dalam kehidupan keluarga biasanya anak-cucu mereka cenderung
keberatan jika kakeknya yang sudah lanjut usia masih harus bekerja mencari
nafkah oleh karena itu kebutuhannya dicukupi oleh anak cucu atau keluarganya.
Dalam kondisi demikian bekerja bagi lansia bukan keharusan lagi, namun lebih
untuk bersenang-senang dalam menikmati masa tuanya.
Bagi wanita yang tidak bekerja selama
masa dewasa dini, dengan kesibukan pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak. Bekerja
sebagai ibu rumah tangga sepanjang kurun waktu usia madya akan mendapatkan
kompensasi kepuasan dari tanggung jawab keluarga dan rumah tangga karena dapat
mengantarkan anak-anak menjadi dewasa, menyelesaikan studinya, mendapatkan
pekerjaan sampai berkeluarga. Mereka akan merasa sangat puas dan bangga atas
upayanya bila dapat mengantarkan ankak-anaknya sampai bekerja dan berkeluarga.
Akibat keadaan tersebut wanita lanjut usia merasa kurang puas dengan
pekerjaannya namun disisi lain mereka kurang merasa terganggu dengan tibanya
masa pensiun ketimbang pria lanjut usia.
1.
Sikap
Pada masa lanjut usia, yang juga
terjadi pada tingkat usia lain selama rentang hidup masa dewasa, orang
mempunyai alasan yang berbeda terhadap pekerjaan yang diinginkan, seperti yang diungkapkan
oleh Havighurst Hurlock (1992:414), bahwa sikap terhadap kerja merupakan dasar
terhadap pekerjaan yang diinginkan.
Budaya sikap kerja yang berlaku
sebelumnya juga dapat mempengaruhi sikap pekerja lanjut usia terhadap
pekerjaannya. Mereka yang pertumbuhan masa dewasanya terjadi ketika sikap
budaya terhadap pekerjaan pada umumnya lebih menyenangkan dibandingkan dengan
sekarang, mempunyai sikap kerja yang sangat berbeda dibandingkan dengan orang
muda. Hal ini mau tidak mau mewarnai sikap mereka terhadap pekerjaannya dan
menambah kesulitan mereka dalam menyesuaikan diri karena tidak dapat memperoleh
pekerjaan, padahal kondisi secara fisiknya masih memungkinkan untuk bekerja.
2.
Kesempatan Kerja
Selama usia madya kesempatan bekerja
berkurang dengan cepat. Pada usia madya sangat sulit bahkan sering tidak
mungkin memperoleh pekerjaan baru. Bagi lansia yang masih mendapat pekerjaan
tentu sangat beruntung, hanya saja jenis pekerjaan yang diperoleh umumnya lebih
banyak bersifat monoton, pekerjaan yang statis dan kurang berkembang dan
mungkin juga tidak sesuai dengan tingkat kemampuan dan latihan yang pernah
diterima. Hal itu mengakibatkan mereka merasa tidak puas. Secara relatif, hanya
ada beberapa pekerjaan yang terbuka bagi orang lanjut usia yang berketrampilan
tinggi atau jenis pekerjaan yang memerlukan tanggung jawab tinggi atau juga
pekerjaan profesional yang sangat diperlukan di masyarakat. Dalam dunia usaha
dan industri hanya pekerjaan yang ringan dan menyenangkan saja yang tersedia
bagi pekerja lanjut usia.
Bagi lansia yang sanggup melaksanakan
tugas dengan baik sekalipun harus menunggu bertahun-tahun, promosinya sangat
lambat. Selain itu pekerjaan yang memerlukan tanggung jawab lebih besar
seringkali diserahkan pada pekerja yang lebih muda. Dalam kondisi demikian,
jika sang lansia merasa bahwa tugas / pekerjaan mereka hanya menghitung-hitung
waktu sampai mencapai usia pensiun, maka kontribusinya bagi majikan/perusahaan
menjadi jauh kurang berharga ketimbang saat sebelumnya. Di samping itu
peraturan dari perusahaan maupun pemerintah ikut mempersulit bagi lansia yang
masih ingin bekerja dan berkarya, karena tenaga-tenaga muda yang potensial dan
enerjik banyak yang antri untuk menggantikan kedudukan yang sudah tua. Hal
semacam itu merupakan dilema bagi lansia dalam bekerja dan berkarya.
3.
Kinerja
Penelitian tentang pekerja lanjut usia
menekankan pada kualitas kerja yang menyumbang keberhasilan mereka dalam kerja.
Pekerja lanjut usia, misalnya karena mereka banyak memiliki pengalaman,
cenderung bekerja dengan gerak yang lamban daripada pekerja muda yang kurang
berpengalaman. Kelebihan ini dapat menutupi kelemahan mereka dalam bekerja.
Pertambahan beban masalah yang berhubungan dengan kehidupan pribadinya juga
berkurang daripada pekerja muda yang keinginannya biasanya lebih dipusatkan
pada cinta keluarga, sementara bagi lansia yang penting adalah rasa aman untuk
bekerja dan tidak dikejar-kejar waktu, sehingga dapat bekerja dengan tenang.
Lanjut usia yang bekerja, seperti
dijelaskan di atas, umumnya lebih stabil dan tenang sehingga tidak resah dan
tidak mudah kecewa dengan pekerjaannya. Mereka juga kurang berminat untuk
berganti pekerjaan dibandingkan dengan pekerja yang lebih muda. Mereka juga
senang untuk berdemonstrasi bila ada kekecewaan. Perlu diakui bahwa volume
pekerjaan mereka mungkin juga lebih sedikit daripada volume kerja orang muda,
namun secara kualitas mungkin lebih baik dan dapat dijadikan andalan. Mereka
lebih sedikit melakukan kekeliruan, hal ini sebagian disebabkan karena cara
membuat keputusan lebih baik dan sebagian lagi karena cara kerja mereka lebih
pasti, hati-hati walaupun lebih lambat lambat.
Kesadaran diri para pekerja usia lanjut
lebih besar karena sikap mereka lebih matang dan mereka ingin terus memiliki
pekerjaan tersebut. Akibatnya, mereka biasanya lebih dapat diandalkan dalam
kualitas hasil pekerjaannya. Ketidakhadiran karena alasan sakit atau rasa tidak
senang kerja paling banyak dilakukan oleh pekerja yang lebih muda, terutama
mereka yang masih berumur dibawah duapuluh tahun, sedang pekerja lanjut usia
jauh lebih jarang untuk tidak masuk. Bagi mereka yang secara psikologis merasa
terjamin dan tidak diburu waktu biasanya tidak mudah stres dan tahan sakit.
C. Penyesuaian Diri dalam Kehidupan Sosial
1. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas
karena sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise iu
seperti : lansia lebih senang mempertahankan pendadapatnya daripada
mendengarkan pendapat orang lain. Menua membutuhkan
perubahan peran. Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
2. Penyesuaian yang buruk pada
lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat
lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.
3.
Perubahan sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun
pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan
hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Pernyataan tadi
merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga
mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia. (J.W.Santrock,
2002, h.239)
4. Perubahan kehidupan keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan
anak jauh kurang memuaskan yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya
antara lain : kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya
jarak tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan merasa
terasing jika antara lansia dengan anak memiliki hubungan yang memuaskan sampai
lansia tersebut berusia 50 sampai 55 tahun.
Orang tua usia lanjut yang
perkawinannya bahagia dan tertarik pada dirinya sendiri maka secara emosional
lansia tersebut kurang tergantung pada anaknya dan sebaliknya. Umumnya
ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena lansia sudah tidak
memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya pun
tidak semua dapat menerima permintaan atau tanggung jawab yang harus mereka
penuhi.
Perubahan-perubahan tersebut pada
umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan
berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum
akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Usia
lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai
dari umur enam puluh tahun sampai meninggal, yang ditandai dengan adanya
perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang
disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain.
Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia
yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang
telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan
yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45
-59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90
tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
B.
Saran dan Kritik
Dalam
berusaha melengkapi makalah ini, tentu ada sesuatu yang kurang dan kami sebagai
penulis baik dari pembahasan ataupun dari segi tulisan menyadari akan hal
demikian. Maka dari itu kami akan berusaha lebih baik dengan selalu
mengedapankan sumber-sumber yang lebih layak sebagai reverensi. Kami sangatlah
mengharapkan masukan baik berupa kritik ataupun saran sehingga dapat menjadi
sebuah instropeksi dari karya kami juga sebagai semangat dan landasan
baru untuk terus berinovasi dalam berkarya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Bambang Syamsul, Psikologi Agama, Pustaka Setia, Bandung, 2008.
Darajath,
Zakiah, Peran Agama Dalam Kesehatan Mental, Gunung Agung, Jakarta, 1970.
Dea,
Thomas. F. O., Sosiologi Agama, Suatu Pengenal Awal, terj. Yosogama,
Rajawali dan Yogosama, Jakarta, 1985.
Hurlock
Elizabeth B., Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan
Kehidupan, Erlangga, Jakarta, 1992.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar